Lompat ke isi

Situs Purba Kala Semedo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 8 Oktober 2024 02.43 oleh Dhanuxz (bicara | kontrib) (Tengkorak dan gigi kingkong)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Situs Purba Kala Semedo (jv: Semédho) adalah suatu area di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah yang menjadi tempat ditemukannya beberapa fosil purba kala. Di tempat itu, sudah didirikan sebuah museum yang dikelola oleh Direktorat Jendral Sejarah dan Kepurbakalaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.[1][2]

Temuan-temuan

[sunting | sunting sumber]

Bulan Mei 2014, Dakri, pegiat penyelamatan fosil di Semedo menemukan sebongkah batu di lekukan kecil Sungai Kawi, Waturajut. Dia tidak tahu persis apa yang ada dalam bongkahan batu itu, tapi perasaannya kuat ada sesuatu yang istimewa. Kepala BPSMP Sangiran, Dr. Harry Widianto dan tim kemudian mengunjungi Semedo. Bongkahan batu itu dibawa ke Sangiran untuk diteliti. Menurut peneliti BPSMP Sangiran, Wahyu Widianta, yang mendampingi Harry Widianto, batu itu sangat keras. Berdasarkan identifikasi awal ada spesimen fosil yang menempel sangat kuat pada bongkahan batu itu. Setelah dibersihkan, ternyata temuan itu merupaka pecahan atap tengkorak bagian belakang individu hominid. Permukaan luarnya melekat kuat di endapan pasir krikilan yang telah terkonkresi. Struktur irisan tengkorak masih jelas menunjukkan struktur diploe di bagian tengah sebagai indikator pecahan tengkorak. Dilihat dari morfologinya, spesimen ini identik dengan tengkorak hominid dari Grogolan Wetan, Manyarejo. Diyakini dari homo erectus tipik yang diperkirakan berumur 700.000 tahun.

Tengkorak dan gigi kingkong

[sunting | sunting sumber]

Tahun 2014, kembali ditemukan dua spesimen sangat penting berupa fragmen mandibula dari dua individu yang berbeda. Hasil analisis dan penelitian menyimpulkan, dua spesimen itu berasal dari individu primata besar gigantopithecus atau kingkong dari Semedo. Temuan ini sangat langka dan baru pertama kali ditemukan di Pulau Jawa dan Indonesia umumnya. Tiga temuan lain ada di wilayah nontropis, yaitu di Tiongkok, Vietnam Utara, dan Pakistan utara. Karena ditemukan di permukaan, masih sulit menentukan fosil itu berasal dari lapisan kehidupan mana. Namun, dari jejak yang tersisa di spesimen, sedimen fosil ini adalah pasir krikilan. Berdasar riwayatnya, gigantopithecus hidup antara 7,5 juta tahun hingga 0,4 juta tahun. Dengan demikian, rentang kehidupan makhluk ini sangat panjang dan sempat hidup berdampingan dengan hominid.

Alat litik koral kersikan

[sunting | sunting sumber]

Penelitian di Semedo menunjukkan, temuan alat-alat paleolitik berbahan sangat khas, dan jarang ditemukan di lokasi lain di Indonesia. Hingga 2014, telah terkumpul tidak kurang 500 artefak berupa alat masif berukuran sebesar genggaman tangan dan lainnya berukuran lebih kecil. Jenisnya ada kapak penetak, kapak perimbas, alat serpih, bati inti, dan alat serut. Menariknya, alat paleolitik ini ada yang berbahan batu koral kersikan (silicified coral). Alat batu berbahan koral kersikan ini baru ditemukan di Semedo. Sisanya berbahan batu gamping kersikan silicified limestone) maupun batu rijang (chert). Keberadaan alat-alat paleolitik batu ini dari hasil penelitian Sofwan Noerwidi dan Siswanto (2014), menguatkan posisi Semedo sebagai titik penting rangkaian situs Plestosen. Juga menunjukkan posisi penting proses migrasi dan kolonisasi manusia purba di Jawa. Posisi geografis Semedo sangat strategis karena di titik singgungan pegunungan Serayu Utara dan dataran aluvial pantai utara Jawa. Dataran aluvial ini didominasi endapan vulkanik dari Gunung Slamet. Bagian dasar situs Semedo diperkirakan berumur tersier pada pembentukan masa akhir Pliosen.

Fosil gajah purba mastodon

[sunting | sunting sumber]

Banyak temuan fosil fauna ordo proboscidea di Situs Semedo ini. Di antaranya fosil sinomastodon Bumiayuensis, Stegodon Trigonocephalus, Stegodon Pygmy Semedoensis, Stegodon Hypsilopus, Elephas Planifrons, dan Elephas Hysundricus. Keberadaan binatang-binatang besar berbelalai itu menujukkan keragaman luar biasa fauna dan lingkungan alamnya, dengan rentang waktu kehidupan sangat panjang tanpa terputus sejak 2 juta hingga 1,5 juta tahun lalu. Jejak kehidupan Mastodon, atau kemungkinan lain Cryptomastodon, diketahui dengan temuan molar fauna itu di Semedo. Setelah Mastodon lenyap dari Jawa pada 1,5 juta tahun lalu, belum pernah lagi ditemukan jejaknya di wilayah lain. Dengan kehadiran Mastodon ini, membuktikan, Semedo menjadi situs prasejarah kuarter tertua di Pulau Jawa. Lokasi Semedo ini kebetulan berdekatan dengan lokasi temuan gigi molar Sinomastodon Bumiayuensis pada 1932 oleh van der Maarel.

Referensi

[sunting | sunting sumber]