Lompat ke isi

Merokok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 23 Desember 2024 18.41 oleh RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Seorang perempuan yang tengah merokok tembakau, bentuk merokok yang paling umum

Merokok adalah upaya membakar zat sehingga menghasilkan asap yang dihasilkan biasanya dihirup untuk dicicipi (diisap) kemudian diserap ke dalam aliran darah. Zat yang paling umum adalah daun tembakaukering, yang telah digulung dengan kertas persegi panjang kecil menjadi silinder batangan yang disebut rokok. Yang juga dianggap merokok adalah penggunaan cangklong rokok atau bong.

Merokok menjadi salah satu jalur pemberian zat kimia psikoaktif, karena zat aktif dalam daun kering akan menguap kemudian mengalir masuk ke saluran pernapasan, kemudian diserap oleh aliran darah di paru-paru sehingga mencapai sistem saraf pusat. Dalam kasus merokok tembakau, zat aktif ini merupakan campuran partikel aerosol yang mencakup alkaloid nikotin yang aktif secara farmakologis, yang merangsang reseptor asetilkolin nikotinik di otak. Zat aktif lain yang terkenal yang dapat diberikan dengan cara merokok meliputi tetrahidrokanabinol (dari cannabis), morfin (dari opium), dan kokain (dari crack).

Merokok menjadi bentuk umum pada penggunaan obat untuk rekreasi. Tembakau menjadi zat yang paling populer untuk merokok, dilakukan oleh lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia, dan mayoritas berada di negara-negara berkembang.[1] Zat yang sangat tidak umum untuk diisap sebagai rokok adalah ganja dan opium. Zat yang tergolong narkotika keras, seperti heroin, penggunaannya sangat terbatas karena tidak tersedia secara komersial. Rokok tembakau kebanyakan diproduksi secara industri tetapi dapat juga dilinting dari tembakau lepas dan kertas lintingan menggunakan tangan. Peralatan merokok lainnya termasuk pipa, cerutu, bidis, hookah, dan bong.

Merokok ditengarai memiliki dampak negatif bagi kesehatan, karena mennghirup asap mempengaruhi proses fisiologis penting seperti pernapasan. Merokok, khususnya dengan tembakau, menjadi penyebab utama berbagai penyakit seperti kanker paru, serangan jantung, PPOK, disfungsi ereksi, dan cacat lahir.[1] Penyakit yang disebabkan oleh merokok ditengarai mampu membunuh sekitar setengah dari perokok jangka panjang jika dibandingkan dengan angka kematian rata-rata yang dihadapi oleh bukan perokok. Tercatat, lebih dari lima juta manusia mati setiap tahunnya akibat merokok dari tahun 1990 hingga 2015.[2] Orang yang bukan perokok menyumbang 600.000 kematian di dunia akibat paparan asap rokok.[3] Bahaya kesehatan yang disebabkan oleh merokok telah menyebabkan banyak negara menerapkan cukai hasil tembakau yang tinggi, membuat iklan layanan masyarakat untuk mencegah masyarakat untuk mulai merokok, membatasi iklan-iklan tembakau, dan menyediakan layanan berhenti merokok.[1]

Merokok telah ada sejak 5000 SM dan telah tercatat dalam berbagai kebudayaan di seluruh dunia. Merokok pada awalnya merupakan bagian dari upacara keagamaan; sebagai persembahan kepada dewa; ritual penyucian diri; atau untuk memungkinkan tabib, dukun, atau pendeta untuk mengubah pikiran mereka demi tujuan ramalan atau pencerahan spiritual. Dengan munculnya penjelajahan dan penaklukan Eropa di Amerika, merokok tembakau menyebar ke seluruh dunia dengan cepat. Di wilayah seperti India dan Afrika Sub-Sahara, kebiasaan ini menyatu dengan praktik merokok yang sudah ada sebelumnya (seperti ganja). Di Eropa, merokok menjadi jenis aktivitas sosial baru dan bentuk penggunaan obat yang sebelumnya tidak dikenal.

Persepsi seputar merokok telah bervariasi di berbagai tempat dan waktu: berpahala maupun berdosa, sopan maupun tidak sopan, mujarab maupun mematikan. Pada dekade terakhir abad ke-20, merokok mulai dipandang sangat negatif, terutama di negara-negara Barat.

Sejarah

Asal usul

Merokok mulai dikenal sejak 5000 SM untuk ritual perdukunan.[4] Peradaban kuno seperti Babilonia dan Tionghoa, membakar dupa sebagai bagian dari ritual keagamaan, seperti yang dilakukan Bani Israil serta gereja Katolik dan Kristen Ortodoks kelak. Merokok di Amerika diduga bermula dari upacara bakar dupa yang dilakukan oleh para dukun, kemudian diadopsi sebagai kesenangan, atau sebagai sarana sosial.[5] Merokok tembakau, serta sejumlah halusinogen, digunakan untuk mencapai keadaan tanpa sadar dan berhubungan dengan dunia roh.

Ganja, minyak samin, jeroan ikan, kulit ular kering, dan pasta yang dioleskan pada batang dupa sudah ada sejak setidaknya tahun 2.000 tahun lalu. Pengasapan (dhupa) dan persembahan api (homa) muncul dalam Ayurweda untuk tujuan medis, dan telah dipraktikkan setidaknya selama 3.000 tahun dengan jalur merokok; dhumrapana (har. "minum asap"), telah dipraktikkan setidaknya selama 2.000 tahun. Sebelum zaman modern, zat-zat ini diisap melalui pipa, dengan batang yang panjangnya bervariasi.[6] Temuan arkeologis juga menunjukkan keberadaan pipa untuk merokok opium di Siprus dan Kreta sejak Zaman Perunggu.[7]

Merokok ganja umum dilakukan di Timur Tengah sebelum munculnya tembakau, dan awalnya merupakan aktivitas sosial yang menggunakan hokah. Merokok, terutama setelah diperkenalkannya tembakau, menjadi bagian dari kebudayaan dan tradisi di kalangan Muslim dan terintegrasi dengan tradisi penting seperti pernikahan, pemakaman dan diekspresikan dalam arsitektur, pakaian, sastra, dan puisi.[8]

Merokok ganja diperkenalkan ke Afrika Sub-Sahara melalui Etiopia dan pantai Afrika Timur oleh pedagang India atau Arab pada abad ke-13 ke bawah dan menyebar melalui jalur perdagangan yang sama dengan jalur perdagangan kopi, yang berasal dari dataran tinggi Etiopia.[9] Rokok yang diisap dalam labu air dengan mangkuk pengasapan dari terakota, tampaknya merupakan penemuan orang Etiopia yang kemudian dibawa ke Afrika bagian timur, selatan, dan tengah.

Laporan penjelajah Eropa pertama yang mencapai Amerika menceritakan tentang ritual seorang pendeta pribumi yang merokok hingga mabuk berat sehingga tidaklah mungkin ritual tersebut hanya terbatas pada tembakau.[10]

Popularisasi

Pada tahun 1612, enam tahun setelah berdirinya kawasan permukiman Jamestown, John Rolfe diyakini merupakan pemukim pertama yang berhasil menanam tembakau sebagai tanaman dagang. Permintaannya meningkat dengan cepat karena tembakau, yang saat itu dijuluki "gulma emas", menyebabkan Virginia Company bangkit dari kegagalan ekspedisi pertambangan emas di Amerika.[11] Untuk memenuhi permintaan dari Dunia Lama, tembakau ditanam berjejer-jejer, yang dengan cepat menghabiskan lahan. Hal ini membuat orang berbondong-bondong untuk memperluas produksi tembakau di wilayah barat yang liar.[12] Pekerja kontrak menjadi tenaga kerja utama hingga Pemberontakan Bacon, yang berubah menjadi perbudakan.[13] Tren ini mereda setelah Revolusi Amerika Serikat karena perbudakan dianggap tidak menguntungkan. Namun praktik ini dihidupkan kembali pada tahun 1794 dengan ditemukannya mesin pemisah kapas.[14]

Seorang Prancis bernama Jean Nicot (yang namanya dinisbatkan pada zat nikotin) memperkenalkan tembakau ke Prancis pada tahun 1560. Dari Prancis tembakau menyebar ke Inggris. Laporan pertama mendokumentasikan seorang pelaut Inggris di Bristol pada tahun 1556, terlihat "mengeluarkan asap dari lubang hidungnya".[15] Seperti teh, kopi, dan opium, tembakau menjadi salah satu zat memabukkan yang awalnya merupakan bahan pengobatan.[16] Tembakau diperkenalkan sekitar tahun 1600 oleh pedagang Prancis di wilayah di Afrika yang kini Gambia dan Senegal. Pada saat yang sama kafilah dari Maroko membawa tembakau ke daerah sekitar Timbuktu dan Portugis membawa komoditas (dan tanaman) ke Afrika selatan. Akhirnya, tembakau populer di seluruh Afrika pada tahun 1650-an.

Begitu diperkenalkan di Dunia Lama, tembakau mulai dikritik oleh pemimpin negara dan agama. Murad IV, sultan Utsmaniyah 1623–40 menjadi salah satu orang pertama yang mencoba melarang merokok dengan mengklaim bahwa merokok merupakan ancaman terhadap moralitas dan kesehatan publik. Kaisar Chongzhen dari Tiongkok mengeluarkan keputusan untuk melarang merokok dua tahun sebelum kematiannya dan digulingkannya Dinasti Ming. Kemudian, para penguasa Manchu pada masa Dinasti Qing, menyatakan bahwa merokok "lebih kejam daripada mengabaikan panahan". Pada zaman Edo di Jepang, perkebunan tembakau yang paling awal dicemooh oleh para syogun karena dianggap sebagai ancaman bagi ekonomi militer karena membiarkan lahan pertanian yang berharga terbuang sia-sia untuk penggunaan obat rekreasi alih-alih digunakan untuk menanam tanaman pangan.[17]

Mesin linting rokok Bonsack, seperti yang ditunjukkan pada paten AS 238,640

Pemimpin agama menjadi sosok terdepan yang menganggap merokok sebagai perbuatan tidak bermoral atau penghujatan. Pada tahun 1634, Patriark Moskow melarang perdagangan tembakau dan menghukum laki-laki dan perempuan yang melanggar larangan tersebut dengan cara digorok hidungnya dan punggungnya dicambuk hingga kulit punggungnya terkelupas. Pemimpin gereja Barat Paus Urbanus VII juga mengutuk kebiasaan merokok dalam sebuah Bulla Kepausan tahun 1590. Meskipun banyak upaya dilakukan, pembatasan dan larangan hampir secara universal diabaikan. Ketika James VI dan I, seorang antirokok sejati dan penulis A Counterblaste to Tobacco, mencoba untuk mengekang tren baru dengan menerapkan peningkatan cukai tembakau sebesar 4,000% pada tahun 1604, tetapi gagal karena London memiliki sekitar 7.000 penjual tembakau pada awal abad ke-17. Kemudian, para penguasa berikutnya menyadari kesia-siaan larangan rokok dan menjadikan perdagangan dan penanaman tembakau sebagai monopoli pemerintah yang menguntungkan.[18]

Pada pertengahan abad ke-17, peradaban besar sudah mulai mengenal budaya merokok, bahkan berasimilasi dengan budaya lokal, meskipun ada upaya penguasa untuk memberantas praktik tersebut dengan hukuman atau denda besar. Tembakau, baik bahan baku maupun produk jadinya, mengikuti jalur perdagangan utama ke pelabuhan dan pasar besar, dan kemudian ke daerah pedalaman. Istilah merokok dalam bahasa Inggris (smoking) pertama kali diperkenalkan pada akhir abad ke-18; sebelumnya, praktik ini disebut sebagai drinking smoke ("minum asap").[19]

Tembakau dan ganja digunakan di Afrika Sub-Sahara untuk menegaskan hubungan sosial, serta menciptakan hubungan sosial yang baru. Di wilayah yang sekarang Kongo, sebuah perkumpulan bernama Bena Diemba ("Orang-orang Ganja") dibentuk pada akhir abad ke-19 di Lubuko ("Tanah Persahabatan"). Suku Bena Diemba adalah suku bangsa yang menolak alkohol dan obat herbal dan lebih memilih ganja.[20]

Pertumbuhan dan perkembangan perdagangan tembakau terus stabil hingga meletusnya Perang Saudara Amerika pada tahun 1860-an, yang pada saat itu tenaga kerja utama beralih dari budak menjadi pembawon. Hal ini diperparah dengan perubahan permintaan, menyebabkan industrialisasi produksi tembakau dengan rokok. James Albert Bonsack, seorang perajin tembakau, pada tahun 1881 membuat sebuah mesin untuk mempercepat produksi rokok.[21]

Opium

Pada abad ke-19, praktik merokok opium menyebar luas di Tiongkok. Sebelumnya, opium hanya dinikmati dengan ditelan, dan itu pun hanya sebatas khasiatnya (opium adalah obat bius). Narkotika mulai dilarang di Tiongkok pada awal abad ke-18 karena masalah sosial yang ditimbulkannya. Namun, karena ketidakseimbangan perdagangan, pedagang asing mulai menyelundupkan opium ke Tiongkok melalui Kanton, sehingga membuat marah penguasa Tiongkok. Upaya pejabat Tiongkok Lin Zexu untuk menghilangkan perdagangan tersebut menyebabkan meletusnya Perang Candu Pertama . Kekalahan Tiongkok dalam Perang Candu Pertama dan Kedua menyebabkan legalisasi impor opium ke Tiongkok.[22][23]

Kebiasaan merokok opium kemudian menyebar melalui perantauan Tionghoa dan memunculkan banyak sarang opium terkenal di pecinan di seluruh Asia Selatan dan Tenggara, Eropa, dan Amerika. Pada paruh kedua abad ke-19, kebiasaan merokok opium menjadi populer di kalangan komunitas seni Eropa, khususnya Paris; kawasan permukiman seniman seperti Montparnasse dan Montmartre menjadi "ibu kota opium" yang sesungguhnya. Meskipun tempat penjualan opium yang utamanya melayani para emigran Tionghoa masih ada di daerah pecinan di seluruh dunia, tren di kalangan seniman Eropa sebagian besar mereda setelah meletusnya Perang Dunia I.[24] Konsumsi opium mereda di Tiongkok selama Revolusi Kebudayaan pada tahun 1960-an dan 1970-an.[25]

Gerakan antitembakau

Banyak orang yang kritis terhadap penggunaan tembakau sejak tembakau makin populer. Pada tahun 1798, dr. Benjamin Rush (dokter Amerika awal, penanda tangan Deklarasi Kemerdekaan, Dokter Umum di bawah George Washington, dan aktivis antitembakau) "menentang kebiasaan merokok tembakau" karena ia percaya: (a) "menyebabkan keinginan untuk mabuk-mabukan," (b) "merugikan baik bagi kesehatan dan moral," (c) "sering menyerang" non-perokok, (d) "melemahkan kesopanan" pada non-perokok, dan (e) "selalu cenderung berperilaku tidak baik dan tidak adil terhadap mereka."[26][27]

Seiring dengan modernisasi produksi rokok yang disertai dengan peningkatan harapan hidup pada tahun 1920-an, dampak buruk kesehatan karena merokok mulai tampak.[1] Di Jerman, kelompok antirokok, yang juga dikaitkan dengan kelompok anti-minuman keras,[28] pertama kali menerbitkan advokasi menentang konsumsi tembakau di jurnal Der Tabakgegner (Penentang Tembakau) pada tahun 1912 dan 1932. Pada tahun 1929, Fritz Lickint dari Dresden, Jerman, menerbitkan sebuah makalah yang berisi bukti statistik formal mengenai pengaruh tembakau terhadap kanker paru. Selama Depresi Besar, Adolf Hitler mengutuk kebiasaan merokok yang dulu pernah dilakukannya sebagai pemborosan uang,[29] dan kemudian dengan pernyataan yang lebih keras. Gerakan ini semakin diperkuat dengan kebijakan reproduksi Nazi karena perempuan yang merokok dianggap tidak cocok menjadi istri dan ibu dalam keluarga Jerman.[30]

Pada akhir Perang Dunia II, produsen rokok Amerika Serikat dengan cepat memasuki kembali pasar gelap Jerman. Penyelundupan tembakau ilegal semakin marak,[31] dan para pemimpin kampanye anti merokok Nazi dibunuh.[32] Sebagai bagian dari Rencana Marshall, Amerika Serikat mengirimkan tembakau gratis ke Jerman; dengan 24.000 ton pada tahun 1948 dan 69.000 ton pada tahun 1949.[31] Konsumsi rokok per kapita/tahun di Jerman pascaperang terus meningkat dari 460 batang pada tahun 1950 menjadi 1.523 batang pada tahun 1963.[33] Pada akhir abad ke-20, kampanye antirokok di Jerman tidak mampu melampaui efektivitas klimaks era Nazi pada tahun 1939–41 dan penelitian kesehatan tembakau Jerman digambarkan oleh Robert N. Proctor sebagai "teredam".[33]

Di Britania Raya dan Amerika Serikat, peningkatan angka kanker paru, yang sebelumnya "menjadi salah satu bentuk penyakit paling langka", tercatat pada tahun 1930-an, tetapi penyebabnya masih belum diketahui dan bahkan kredibilitasnya masih diperdebatkan hingga tahun 1950. Misalnya, di Connecticut, tingkat kejadian kanker paru-paru yang disesuaikan dengan usia di kalangan pria dilaporkan meningkat 220% antara tahun 1935–39 dan 1950–54. Di Britania Raya, persentase kematian akibat kanker paru-paru di antara semua kematian akibat kanker pada pria meningkat dari 1,5% pada tahun 1920 menjadi 19,7% pada tahun 1947. Peningkatan ini dipertanyakan karena kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya pelaporan dan perbaikan metode diagnosis. Meskipun beberapa karsinogen telah diketahui pada saat itu (misalnya, benzo[a]pirena diisolasi dari tar batu bara dan terbukti merupakan karsinogen kuat pada tahun 1933), tidak ada satu pun yang diketahui terkandung dalam jumlah yang cukup dalam asap tembakau.[34] Pada 1950, Richard Doll menerbitkan penelitian di British Medical Journal yang menunjukkan hubungan erat antara merokok dan kanker paru. [35] Empat tahun kemudian, British Doctor Study, sebuah studi yang melibatkan sekitar 40 ribu dokter selama 20 tahun, mengkonfirmasi hubungan tersebut, yang kemudian menjadi dasar pemerintah mengeluarkan saran bahwa merokok dan tingkat kanker paru-paru saling berhubungan.[36][37] Pada tahun 1964, Laporan Surgeon General Amerika Serikat tentang Merokok dan Kesehatan menunjukkan hubungan antara merokok dan kanker.[38] Laporan lanjutan mengkonfirmasi hubungan ini pada tahun 1980-an dan menyimpulkan pada tahun 1986 bahwa perokok pasif juga berbahaya.[39]

Saat bukti ilmiah bertambah pada 1980-an, perusahaan tembakau mengklaim kelalaian kontributor karena dampak kesehatan yang merugikan sebelumnya tidak diketahui atau kurang kredibilitas. Otoritas kesehatan berpihak pada klaim ini hingga tahun 1998, lalu mereka mengubah posisi mereka. Tobacco Master Settlement Agreement, yang awalnya merupakan perjanjian antara empat perusahaan tembakau terbesar di Amerika Serikat dengan Kejaksaan Tinggi dari 46 negara bagian, membatasi iklan tembakau tertentu dan mewajibkan pembayaran kompensasi kesehatan; yang kemudian menjadi penyelesaian perdata terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.[40]

Antara 1965 hingga 2006, angka perokok di Amerika Serikat telah menurun dari 42% menjadi 20,8%.[41] Mayoritas dari mereka yang berhenti merokok adalah pria profesional dan kaya. Meskipun terjadi penurunan, jumlah batang rokok rerata yang diisap tiap orang per hari meningkat dari 22 batang pada tahun 1954 menjadi 30 batang pada tahun 1978. Peristiwa paradoks ini menunjukkan bahwa sedikit orang yang berhenti merokok, sedangkan mereka yang terus merokok beralih untuk merokok lebih banyak lagi dengan rokok light.[42] Tren ini juga terjadi di banyak negara industri karena angkanya mencapai kestabilan atau menurun. Namun di negara-negara berkembang, konsumsi tembakau terus meningkat sebesar 3,4% pada tahun 2002.[43] Di Afrika, merokok dianggap sebagai perkara modern di sebagian besar wilayah, dan banyak opini negatif di negara-negara Barat tidak terlalu mendapat perhatian.[44] Saat ini Rusia merupakan negara dengan pengguna tembakau terbesar di dunia diikuti oleh Indonesia, Laos, Ukraina, Belarus, Yunani, Yordania, dan Tiongkok.[45]

Pada tingkatan global, gagasan awal mengenai konvensi internasional pencegahan tembakau telah digagas di Majelis Kesehatan Dunia (WHA) pada tahun 1996.[46] Pada tahun 1998, seiring dengan terpilihnya dr. Gro Harlem Brundtland sebagai Direktur Jenderal, Organisasi Kesehatan Dunia menetapkan pengendalian tembakau sebagai perhatian kesehatan utama dan telah memulai program yang dikenal sebagai Inisiatif Bebas Tembakauuntuk menekan angka konsumsi rokok di negara berkembang. Berikutnya, pada 2003, Kerangka Konvensi Pengendalian Tembakau (FCTC) diterima di WHA dan mulai berlaku pada tahun 2005. FCTC menandai tonggak sejarah sebagai perjanjian internasional pertama yang membahas masalah kesehatan global yang bertujuan untuk melawan peningkatan konsumsi tembakau dalam berbagai aspek termasuk cukai hasil tembakau, iklan, perdagangan, dampak lingkungan, pengaruh kesehatan, dll.[47] Munculnya pendekatan berbasis bukti ini telah menghasilkan penguatan pajak tembakau dan penerapan undang-undang kawasan tanpa rokok di 128 negara untuk menekan prevalensi merokok di negara-negara berkembang.[48] Di Nepal, "Perokok bukanlah seorang egois", kampanye kesehatan yang berlangsung selama 2 minggu dimulai antara hari Kasih Sayang dan Vasant Panchami untuk memotivasi orang agar berhenti merokok sebagai lambang pengorbanan bagi orang yang mereka cintai dan menjadikannya keputusan hidup yang berarti. Kampanye ini menarik perhatian publik.[49]

Zat lainnya

Pada awal 1980-an, perdagangan internasional terorganisir kokain bertumbuh. Namun, produksi massal berlebih dan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap narkoba jenis tersebut menyebabkan pengedar narkoba mengubah bubuk tersebut menjadi crack – bentuk kokain padat yang dapat diisap dan dapat dijual dalam jumlah kecil kepada lebih banyak orang.[50] Tren ini mulai mereda pada tahun 1990-an karena meningkatnya tindakan kepolisian dan perekonomian yang kuat menyebabkan banyak calon konsumen gagal untuk mulai merokok kokain.[51]

Beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan konsumsi heroin uap, metamfetamin, dan fensiklidin (PCP). Juga dengan sejumlah kecil obat psikedelia seperti Changa, DMT, 5-Meo-DMT, dan Salvia divinorum.[butuh rujukan]

Zat dan peralatan

Tembakau merupakan zat yang paling banyak diisap di dunia. Banyak varietas tembakau yang dibuat menjadi berbagai macam campuran. Tembakau dapat dijual dengan berbagai rasa, sering kali dengan berbagai aroma buah, dan hal ini populer di kalangan orang yang merokok hokah. Zat kedua yang paling umum diisap adalah ganja, terbuat dari bunga atau daun Cannabis sativa atau Cannabis indica.. Zat tersebut ilegal di sebagian besar negara di dunia, dan di negara-negara yang menoleransi konsumsi publik, terkadang hanya dianggap legal semu. Meski demikian, persentase yang signifikan dari populasi dewasa di banyak negara telah mencobanya, sementara sebagian kecil lainnya mengisapnya secara teratur. Karena ganja ilegal atau hanya ditoleransi di wilayah hukum tertentu, tidak ada produksi massal skala industri rokok ganja, sehingga bentuk merokok yang paling umum adalah dengan merokok tembakau, baik dengan lintingan tangan atau dengan cangklong.

Pipa rokok

Obat rekreasi tertentu diisap oleh kelompok minoritas yang lebih kecil. Zat-zat semacam ini biasanya dikendalikan pemerintah, dan beberapa di antaranya lebih memabukkan daripada tembakau atau ganja. Misalnya kokain, heroin, metamfetamin, dan PCP. Sejumlah kecil obat psikedelia juga dihisap, termasuk DMT, 5-Meo-DMT, dan Salvia divinorum.

Bentuk merokok yang paling primitif bahkan memerlukan alat khusus untuk melakukannya. Hal ini mengakibatkan munculnya beragam perlengkapan merokok dari seluruh dunia. Tembakau, ganja, opium, atau herbal memerlukan suatu bentuk wadah beserta sumber api untuk menyalakannya. Bentuk yang paling umum adalah rokok, yang berupa jenis tembakau ringan yang dihirup dan dilinting menggunakan kertas, biasanya diproduksi secara industri dan termasuk filter, atau digulung dengan tangan. Peralatan merokok populer lainnya adalah pipa dan cerutu.

Alternatif merokok yang semakin populer adalah vape, yang menggunakan konveksi udara panas untuk menyalurkan zat tanpa pembakaran, sehingga diklaim mampu mengurangi risiko kesehatan. Alternatif dari teknik vaping muncul pada tahun 2003 sebagai rokok elektronik, yang dioperasikan dengan baterai yang menghasilkan aerosol untuk meniru asap pembakaran tembakau, sehingga memberikan nikotin kepada pengguna tanpa masuknya zat berbahaya yang keluar bersama asap tembakau.

Barang lain yang dikaitkan dengan kegiatan merokok di antaranya; kotak rokok, kotak cerutu, korek gas, korek api, tempat rokok, tempat cerutu, asbak, pembersih cangklong, pemotong tembakau, dan masih banyak lagi. Beberapa contohnya telah menjadi barang koleksi yang berharga dan khususnya barang-barang yang berhias dan antik dapat mencapai harga tinggi.

Dampak kesehatan

Diagram tubuh manusia yang menunjukkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh merokok

Merokok menjadi penyebab kematian yang dapat dicegah terbesar di seluruh dunia karena menyebabkan 8 juta kematian per tahunnya, serta 1,2 juta di antaranya adalah perokok pasif.[52] Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 kematian per tahun disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan merokok dan sebuah studi baru-baru ini[per kapan?] diperkirakan bahwa sepertiga dari penduduk laki-laki di Tiongkok akan mengalami penurunan harapan hidup secara signifikan akibat kebiasaan merokok.[53] Perokok pria dan wanita kehilangan rata-rata umur hidup sebesar 13,2 dan 14,5 tahun, berturut-turut.[54] Setidaknya setengah dari seluruh perokok seumur hidup meninggal lebih cepat akibat merokok.[55][56] Risiko meninggal akibat kanker paru-paru sebelum usia 85 tahun adalah 22,1% untuk perokok pria dan 11,9% untuk perokok wanita saat ini, tanpa adanya penyebab kematian yang bersaing. Perkiraan yang sesuai untuk mereka yang tidak merokok seumur hidup adalah 1,1% kemungkinan meninggal karena kanker paru-paru sebelum usia 85 tahun bagi pria keturunan Eropa, dan 0,8% kemungkinan bagi wanita.[57] Merokok sebatang per hari akan mengakibatkan risiko penyakit jantung koroner yang berada di antara risiko perokok berat dan bukan perokok.[58][59] Hubungan dosis-respons non-linier dapat dijelaskan oleh efek merokok pada agregasi trombosit.[60]

Penyakit-penyakit yang telah diketahui disebabkan oleh merokok antara lain penyempitan pembuluh darah, kanker paru-paru,[61] serangan jantung,[62] dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).[63] Merokok selama kehamilan dapat menyebabkan ADHD pada janin.[64]

Merokok merupakan faktor risiko yang sangat berhubungan dengan periodontitis dan ompong gigi.[65] Efek merokok pada jaringan periodontal bergantung pada jumlah rokok yang diisap per hari dan lamanya kebiasaan tersebut. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perokok memiliki kemungkinan 2,7 kali lebih besar untuk mengalami penyakit periodontal dibandingkan non-perokok dan 2,3 kali lebih besar kemungkinan untuk mengalami penyakit periodontal dibandingkan non-perokok, tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan indeks plak,[66] tetapi, dampak bahaya tembakau pada jaringan periodontal tampaknya lebih terasa pada pria dibandingkan pada wanita.[66] Penelitian telah menemukan bahwa perokok memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kehilangan tulang gigi lebih parah dibandingkan dengan bukan perokok;[67] juga, orang yang merokok dan minum alkohol secara berlebihan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker mulut dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan keduanya.[68] Merokok juga dapat menyebabkan milanosis di mulut.[69]

Penyakit dan gangguan mulut lainnya akibat merokok adalah karies gigi, kegagalan implan gigi, lesi premaligna, dan kanker.[70] Merokok mempengaruhi proses imun-inflamasi yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi; dapat mengubah mikobiota oral dan memfasilitasi kolonisasi rongga mulut dengan jamur dan kapang patogen.[71][72]

Menanggapi masalah kesehatan tersebut, pemerintah nasional mulai berupaya mencegah orang untuk mulai merokok dengan kampanye antirokok di media massa yang menekankan dampak jangka panjang dari merokok. Perokok pasif menyebabkan alasan diberlakukannya larangan dan kawasan tanpa rokok. Undang-undang ini bertujuan untuk mencegah individu merokok di tempat umum dalam ruangan, seperti bar, pub, dan restoran, sehingga mengurangi paparan asap rokok bagi non-perokok. Keprihatinan lainnya adalah mencegah merokok di kalangan anak di bawah umur dan banyak negara telah mengesahkan undang-undang yang melarang penjualan dan pemberian produk tembakau kepada orang di bawah umur (menetapkan usia merokok). Sementara itu, negara berkembang masih banyak yang belum mengadopsi kebijakan antirokok, sehingga beberapa di antaranya hanya menggalakkan kampanye antirokok dan pendidikan lebih lanjut untuk menjelaskan dampak negatif asap rokok..[butuh rujukan] Iklan tembakau terkadang juga diatur untuk membuat merokok kurang menarik.

Meski banyak sekali pelarangan, negara Eropa masih menduduki 18 dari 20 posisi teratas, dan menurut ERC, sebuah perusahaan riset pasar, perokok terberat di Eropa berasal dari Yunani, dengan rata-rata 3.000 batang per orang pada 2007.[73] Angka perokok menurun atau bahkan stabil di negara-negara maju, tetapi masih meningkat di negara berkembang. Angka merokok di Amerika Serikat juga menurun setengahnya dari tahun 1965 hingga tahun 2006, dari 42% menjadi 20,8% pada orang dewasa.[74]

Dampak ketergantungan sangat bervariasi antara berbagai zat yang diisap dan masalah sosial yang ditimbulkannya, sebagian besar karena perbedaan dalam perundang-undangan dan penegakan undang-undang narkoba di seluruh dunia. Meskipun nikotin merupakan zat adiktif, efeknya pada kognisi tidak sekuat kokain, amfetamin atau jenis opiat apa pun (termasuk heroin dan morfin).[butuh rujukan]

Merokok menjadi faktor penyebab penyakit Alzheimer.[75] Meskipun merokok lebih dari 15 batang per hari terbukti memperburuk gejala penyakit Crohn,[76] merokok justru menurunkan prevalensi kolitis ulseratif.[77][78]

Perokok memiliki kemungkinan 30 hingga 40% lebih besar untuk terkena diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan non-perokok, dan risikonya meningkat seiring dengan jumlah rokok yang diisap.[79]

Fisiologi

Menghirup zat gas yang diuapkan ke paru-paru menjadi cara yang cepat dan efektif untuk memasukkan zat ke dalam aliran darah (karena berdifusi langsung ke dalam vena paru-paru, lalu ke jantung dan kemudian menuju otak) dan mempengaruhi pengguna dalam waktu kurang dari satu detik sejak penghirupan pertama. Paru-paru memiliki jutaan gelembung yang disebut alveolus yang secara keseluruhan memiliki luas lebih dari 70 m2 (seluas lapangan tenis). Dengan cara ini, sangat mungkin untuk memberikan obat-obatan medis maupun rekreasi beruppa aerosol, yang terdiri dari tetesan kecil obat, atau sebagai gas yang diproduksi dengan membakar bahan tanaman menjadi zat psikoaktif atau bentuk murni dari zat itu sendiri. Tidak semua obat dapat diisap, misalnya turunan sulfat yang paling umum dihirup melalui hidung, meskipun bentuk zat basa bebas yang lebih murni dapat diisap, tetapi sering kali memerlukan keterampilan yang cukup tinggi. Metode ini juga agak tidak efisien karena tidak semua asap akan terhirup.[82] Obat-obatan yang dihirup memicu reaksi kimia pada saraf otak karena mirip dengan zat alami seperti endorfin dan dopamin, yang dikaitkan dengan sensasi kenikmatan. Hasilnya adalah apa yang biasanya disebut sebagai “rasa gembira” yang berkisar antara rangsangan ringan yang disebabkan oleh nikotin hingga euforia intens yang disebabkan oleh heroin, kokain, dan metamfetamin.[83]

Apa pun zatnya, mengisap/merokok zat dapat memiliki dampak buruk terhadap kesehatan.[butuh rujukan]Pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan karbon monoksida, yang dapat mengganggu kemampuan darah untuk membawa oksigen saat dihirup ke paru-paru. Ada beberapa senyawa beracun lainnya dalam tembakau yang menimbulkan bahaya kesehatan serius bagi perokok karena berbagai macam penyebab; seperti kelainan pembuluh darah (stenosis), kanker paru-paru, serangan jantung, stroke, impotensi, berat badan lahir rendah pada bayi yang lahir dari ibu perokok. Delapan persen perokok jangka panjang mengalami serangkaian perubahan wajah khas yang dikenal oleh dokter sebagai wajah perokok.[84]

Asap tembakau mengandung 5.000 bahan kimia yang telah teridentifikasi, 98 diantaranya diketahui mempunyai sifat toksikologi tertentu.[85] Zat kimia yang paling penting yang dapat menyebabkan kanker adalah zat kimia yang menyebabkan kerusakan DNA karena kerusakan tersebut tampaknya menjadi penyebab utama kanker.[86] Cunningham et al.[87] menggabungkan berat dalam mikrogram senyawa pada asap sebatang rokok dengan efek genotoksis yang diketahui per mikrogram untuk mengidentifikasi senyawa karsinogenik dalam asap rokok. Ada tujuh karsinogen terpenting dalam asap rokok yang ditunjukkan dalam tabel, bersama dengan perubahan DNA yang ditimbulkannya.

Karsinogen paling genotoksis dalam asap rokok
Senyaa Mikrogram per batang rokok Pengaruh pada DNA Ref.
Akrolein 122,4 Bereaksi dengan deoksiguanin dan membentuk ikatan silang DNA, ikatan silang DNA-protein dan aduksi DNA [88]
Formaldehida 60,5 Ikatan silang DNA-protein menyebabkan penghapusan dan penataan ulang kromosom [89]
Akrilonitril 29,3 Tegangan oksidatif menyebabkan peningkatan 8-okso-2'-deoksiguanosine [90]
1,3-butadiena 105,0 Hilangnya metilasi DNA secara global (efek epigenetik ) serta aduksi DNA [91]
Asetaldehida 1.448,0 Bereaksi dengan deoksiguanin untuk membentuk aduksi DNA [92]
Etilen oksida 7,0 Aduksi DNA hidroksietil dengan adenin dan guanin [93]
Isoprena 952,0 Pemutusan untai tunggal dan ganda pada DNA [94]

Psikologi

Sigmund Freud, yang dokternya membantu bunuh diri karena kanker mulut yang disebabkan oleh merokok [95]

Banyak orang mulai merokok saat remaja atau awal dewasa. Mereka merokok karena mereka berani mengambil risiko dan bersikap berontak, yang sering kali menarik bagi kaum muda. Kehadiran teman sebaya juga menjadi pendorong untuk merokok, karena remaja lebih dipengaruhi oleh teman sebayanya dibandingkan orang dewasa.[96] Upaya yang dilakukan oleh orang tua, sekolah, dan tenaga kesehatan untuk mencegah orang mulai merokok tidak selalu berhasil.

Perokok sering meyakini bahwa rokok membantu menghilangkan stres. Namun, tingkat stres perokok dewasa sedikit lebih tinggi daripada non-perokok. Perokok remaja melaporkan peningkatan stres saat mereka masih terus merokok, dan berhenti merokok dapat mengurangi stres. Alih-alih membantu mengendalikan suasana hati, ketergantungan nikotin justru memperburuk stres. Hal ini diperkuat dengan pola suasana hati harian yang dialami para perokok, karena akan normal saat merokok tetapi memburuk saat jeda. Dengan demikian, efek relaksasi yang tampak saat jeda merokok memunculkan sifat stres dan mudah tersinggung karena kekurangan nikotin. Dengan demikian perokok membutuhkan nikotin agar merasa normal.[97]

Pada pertengahan abad ke-20, psikolog Hans Eysenck mengembangkan profil kepribadian untuk perokok pada masa itu; sifat ekstroversi dikaitkan dengan kebiasaan merokok, dan perokok cenderung menjadi individu yang mudah bergaul, impulsif, suka mengambil risiko, dan mencari kegembiraan.[98] Meskipun faktor kepribadian dan sosial dapat membuat seseorang cenderung merokok, kebiasaan sebenarnya merupakan fungsi dari pengondisian operan. Pada tahap awal, merokok memberi sensasi gembira (karena aksinya pada sistem dopamin) dan dengan demikian berfungsi sebagai sumber penguatan positif. Setelah seseorang merokok selama bertahun-tahun, penghindaran sakau dan penguatan negatif menjadi motivasi utama. Seperti zat adiktif lainnya, jumlah paparan yang dibutuhkan untuk menjadi tergantung pada nikotin dapat berbeda-beda pada setiap orang.

Dalam konteks kepribadian Big Five, penelitian menunjukkan bahwa merokok berkorelasi dengan rendahnya tingkat keramahan dan ketelitian, serta tingginya tingkat ekstroversi dan neurotisme.[99]

Pencegahan

Bimbingan, pendidikan, dan konseling oleh dokter anak dan remaja terbukti efektif dalam menurunkan risiko merokok.[100] Tinjauan sistematis menunjukkan bahwa intervensi psikososial dapat membantu perempuan berhenti merokok pada saat hamil tua, sehingga mencegah berat badan rendah dan kelahiran prematur.[101] Tinjauan Cochrane tahun 2016 menunjukkan bahwa gabungan pengobatan dan dukungan perilaku lebih efektif dibandingkan intervensi minimal atau perawatan biasa.[102] Kajian Cochrane lainnya "menyarankan bahwa mengurangi merokok hingga berhenti atau berhenti mendadak tidak menghasilkan tingkat berhenti merokok yang lebih baik; sehingga orang dapat diberikan pilihan tentang cara berhenti merokok, serta diberikan dukungan khusus bila ingin mengurangi kebiasaan merokok sebelum berhenti total."[103]

Prevalensi

Prevalensi merokok harian pada tahun 2012 [108]

Merokok, khususnya tembakau, menjadi kegiatan yang banyak dilakukan 1,1 miliar orang dan hingga 1/3 dari populasi orang dewasa.[109] Citra seorang perokok dapat sangat bervariasi, tetapi sangat sering dikaitkan, terutama dalam fiksi, dengan individualitas dan sikap acuh tak acuh.[butuh rujukan]Meski begitu, merokok tembakau dan ganja dapat menjadi aktivitas sosial yang berfungsi sebagai penguatan struktur sosial dan merupakan bagian dari ritual kebudayaan beberapa kelompok sosial dan suku bangsa. Banyak perokok mulai merokok di masyarakat dan berbagi rokok sering kali menjadi ritual yang penting atau sekadar alasan yang bagus untuk memulai percakapan dengan tetangga, orang lain, maupun teman sejawat; di bar, klub malam, di tempat kerja, atau di jalan. Menyalakan sebatang rokok dipandang sebagai cara efektif untuk menghindari kesan malas gerak atau tak melakukan apa-apa. Bagi remaja, merokok dipandang sebagai langkah pertama saat mulai meninggalkan masa kanak-kanak atau sebagai sikap berontak terhadap dunia orang dewasa. Merokok juga dipandang sebagai simbol persahabatan. Tertunjuk bahwa membuka bungkus rokok, atau menawarkan rokok kepada orang lain, dapat meningkatkan kadar dopamin (perasaan "bahagia") di otak, dan tidak diragukan lagi bahwa perokok menjalin hubungan dengan sesama perokok, dengan cara yang hanya akan memperbanyak kebiasaan tersebut, terutama di negara-negara yang telah melarang merokok di tempat umum.[butuh rujukan]Di luar penggunaannya untuk rekreasi, merokok dapat digunakan untuk membangun identitas dan pengembangan jati diri. Munculnya gerakan antirokok modern di akhir abad ke-19 tidak hanya menciptakan kesadaran akan bahaya merokok; gerakan ini juga memicu reaksi para perokok terhadap apa yang dulu, dan masih sering dianggap, sebagai serangan terhadap kebebasan pribadi dan telah menciptakan identitas di kalangan perokok sebagai pemberontak atau orang buangan, terlepas dari non-perokok.

Ada negeri Marlboro baru, bukan negeri koboi yang kesepian, melainkan negeri kaum urban yang berjiwa sosial, bersatu melawan batasan-batasan yang dianggap mendukung kesehatan masyarakat.[110]

Pentingnya tembakau bagi prajurit sejak awal diakui sebagai sesuatu yang tidak dapat diabaikan oleh komandan. Pada abad ke-17, tembakau menjadi standar ransum angkatan laut banyak negara, dan pada Perang Dunia I, produsen rokok dan pemerintah berkolaborasi mengamankan ransum tembakau dan rokok bagi prajurit yang bertugas. Ditunjukkan bahwa penggunaan tembakau secara teratur saat di bawah tekanan tidak hanya akan menenangkan prajurit tetapi juga membuat mereka fokus dalam menghadapi tantangan besar.[111] Hingga pertengahan abad ke-20, mayoritas penduduk dewasa di negara Barat adalah perokok dan klaim aktivis antirokok disambut dengan banyak skeptisisme. Saat ini gerakan antirokok sudah memiliki banyak mengumpulkan bukti atas klaimnya, tetapi masih banyak masyarakat yang tetap menjadi perokok.[112]

Masyarakat dan budaya

Merokok diterima dalam budaya, dalam berbagai bentuk karya seni, dan telah dimaknai secara berbeda, dan sering kali saling bertentangan atau saling eksklusif, tergantung pada waktu, tempat, dan praktisi merokok. Merokok pipa, yang hingga saat ini merupakan salah satu bentuk merokok yang paling umum, kini sering dikaitkan dengan perenungan, usia tua, dan sering dianggap kuno.[butuh rujukan] Merokok tembakau, yang baru menyebar luas pada akhir abad ke-19, lebih dikaitkan dengan modernitas dan laju dunia industri yang lebih cepat. Cerutu masih dikaitkan kejantanan, kekuasaan, dan merupakan citra ikonik yang dikaitkan dengan kapitalis stereotip. Faktanya, beberapa bukti menunjukkan bahwa pria dengan kadar testosteron tinggi dari rata-rata lebih mungkin merokok.[113] Merokok di tempat umum sudah lama menjadi kegiatan yang hanya diperuntukkan bagi kaum lelaki, tetapi jika dilakukan oleh kaum perempuan maka dianggap sebagai pergaulan bebas. Di Jepang pada zaman Edo, pelacur dan kliennya sering mendekati satu sama lain dengan kedok menawarkan rokok; hal yang sama juga ada di Eropa pada abad ke-19.[114]

Seni rupa

Apoteker Merokok di Dalam Ruangan oleh Adriaen van Ostade, cat minyak di atas panel, 1646

Penggambaran merokok telah ditemukan sejak zaman Maya Klasik dari sekitar abad ke-9. Seni ini pada dasarnya bersifat religius dan menggambarkan dewa atau penguasa yang sedang merokok dalam versi awal.[115] Segera setelah merokok diperkenalkan di luar Amerika, penokohan tersebut mulai muncul dalam lukisan di Eropa dan Asia. Para pelukis Zaman Keemasan Belanda merupakan orang pertama yang melukis potret perokok serta benda mati berupa cangklong dan tembakau. Bagi pelukis Eropa selatan abad ke-17, cangklong terlalu modern untuk disertakan dalam motif pilihan yang terinspirasi oleh mitologi Yunani dan Romawi kuno. Pada awalnya, merokok dianggap sebagai hal yang rendah dan dikaitkan dengan kaum petani.[116] Lukisan awal banyak menggambarkan suasana di bar atau rumah bordil. Kemudian, seiring dengan meningkatnya kekuasaan dan kekayaan Republik Belanda, merokok menjadi umum di kalangan orang kaya dan potret-potret pria bercangklong mulai bermunculan. Merokok melambangkan kenikmatan, kefanaan, dan singkatnya kehidupan duniawi karena secara harfiah, ia lenyap dalam asap. Merokok juga dikaitkan dengan representasi indra penciuman dan perasa.

Pada abad ke-18, kebiasaan merokok mulai jarang dilukiskan karena praktik elegan menghirup senggeruk menjadi populer. Merokok dengan cangkong kembali digambarkan sebagai rakyat jelata dan orang desa yang rendah hati. Saat merokok muncul, sering kali muncul dalam potret eksotis yang dipengaruhi oleh Orientalisme . Banyak pendukung pascakolonialisme secara kontroversial percaya bahwa penggambaran ini merupakan sarana untuk memproyeksikan citra superioritas Eropa atas koloninya dan persepsi dominasi laki-laki di Timur yang difemininisasi. Para pendukungnya percaya bahwa tema “Yang Lain” yang eksotis dan asing meningkat pada abad ke-19, didorong oleh meningkatnya popularitas etnologi selama Pencerahan.[117]

Tengkorak dengan Rokok yang Terbakar karya Vincent van Gogh, cat minyak di atas kanvas, 1885

Pada abad ke-19, merokok merupakan hal yang umum sebagai simbol kenikmatan. Kelas menengah yang baru berdaya juga menemukan dimensi baru merokok sebagai kesenangan tak berbahaya yang dinikmati di area merokok dan perpustakaan. Merokok sebatang rokok atau cerutu juga dikaitkan dengan kaum Bohemia, seseorang yang menjauhi nilai-nilai kelas menengah konservatif dan menunjukkan penghinaannya terhadap konservatisme. Namun merokok merupakan sebuah kenikmatan yang hanya terbatas pada dunia pria; perempuan dikaitkan dengan pelacuran dan merokok tidak dianggap sebagai kegiatan yang pantas bagi wanita sejati.[118] Baru pada awal abad ke-20, perempuan perokok mulai muncul dalam lukisan dan foto, memberikan kesan anggun dan menawan. Seniman impresionis seperti Vincent van Gogh, yang juga seorang perokok cangklong, juga mulai mengasosiasikan merokok dengan kesuraman dan fatalisme akhir abad ke-19 . Sementara simbolisme rokok, cangklong, dan cerutu telah menyatu pada akhir abad ke-19, baru pada abad ke-20 para seniman mulai menggunakannya secara penuh; cangklong melambangkan perhatian dan ketenangan; rokok melambangkan modernitas, kekuatan, dan kemudaan, tetapi juga kegelisahan; cerutu merupakan tanda kewibawaan, kekayaan, dan kekuasaan. Beberapa dekade setelah Perang Dunia II, selama puncak kebiasaan merokok ketika praktik tersebut belum mendapat kecaman dari gerakan antirokok yang sedang berkembang, sebatang rokok yang diselipkan dengan santai di antara bibir melambangkan pemberontak muda, yang dilambangkan oleh aktor seperti Marlon Brando dan James Dean atau karakter promosi seperti Marlboro Man. Baru pada tahun 1970-an ketika aspek negatif merokok mulai muncul, merokok menjadi citra individu kelas bawah yang tidak sehat, berbau, dan kurang motivasi dan dorongan, yang terutama menonjol dalam seni yang terinspirasi atau ditugaskan oleh kampanye anti-merokok.[119] Dalam lukisannya "Holy Smokes", seniman Brian Whelan mengolok-olok perdebatan seputar rokok dan fokus barunya pada moralitas dan rasa bersalah.

Film dan TV

Bintang film dan perokok ikonik Humphrey Bogart

Sejak zaman film bisu, merokok telah memainkan peran utama dalam simbolisme film. Dalam film noir kriminal, asap rokok sering kali membingkai karakter dan sering digunakan untuk menambah aura mistis atau nihilisme. Salah satu pelopor simbolisme ini dapat dilihat dalam lukisan Dr Mabuse, der Spieler (1922) karya Fritz Lang pada zaman Weimar (Dr. Mabuse, the Gambler), yang menceritakan tentang laki-laki yang terpesona oleh permainan kartu dan merokok sambil berjudi.

Perokok perempuan dalam film juga sejak awal dikaitkan dengan jenis seksualitas yang sensual dan menggoda, yang paling menonjol adalah personifikasi bintang film Jerman Marlene Dietrich. Demikian pula, aktor seperti Humphrey Bogart dan Audrey Hepburn sangat erat kaitannya dengan karakter perokok, dan beberapa potret dan peran mereka yang paling terkenal melibatkan mereka yang diselimuti kabut asap rokok. Hepburn kerap kali mempercantik penampilannya dengan tempat rokok, khususnya pada film Breakfast at Tiffany's. Merokok juga dapat digunakan sebagai sarana untuk menyubversikan penyensoran, sebagaimana dua batang rokok yang terbakar tanpa pengawasan di atas asbak sering digunakan untuk mengisyaratkan aktivitas seksual.

Pasca-Perang Dunia II, merokok jarang muncul di layar kaca maupun lebar karena dampak bahaya kesehatan yang semakin nyata dari kebiasaan merokok sudah semakin dikenal luas. Seiring dengan semakin besarnya pengaruh dan rasa hormat dari gerakan antirokok, muncul usaha-usaha sadar untuk tidak menampilkan adegan merokok di layar kaca maupun lebar untuk menghindari dorongan pemirsanya untuk mulai merokok atau memberikan asosiasi positif terhadap merokok, khususnya pada film keluarga.[120] Merokok di layar kini lebih umum dilakukan oleh karakter-karakter yang digambarkan sebagai orang yang antisosial atau bahkan kriminal.[121]

Menurut studi tahun 2019, perkenalan televisi di Amerika Serikat menyebabkan peningkatan signifikan dalam jumlah perokok, khususnya di kalangan usia 16–21 tahun.[122] Studi tersebut menunjukkan bahwa televisi "meningkatkan jumlah perokok di masyarakat sebanyak 5–15 poin persentase, sehingga menghasilkan sekitar 11 juta perokok tambahan antara tahun 1946 dan 1970."[122]

Kesusastraan

Sama dengan genre seni fiksi lainnya, merokok memiliki tempat penting dalam kesusastraan dan perokok sering digambarkan sebagai karakter yang sangat unik, atau benar-benar eksentrik, sesuatu yang biasanya dipersonifikasikan dalam salah satu tokoh sastra perokok paling ikonik sepanjang masa, Sherlock Holmes. Selain sering muncul dalam cerita pendek dan novel, merokok telah memunculkan pujian terhadap kualitasnya dan menegaskan identitas penulisnya sebagai perokok setia. Khususnya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sejumlah buku dengan judul seperti Tobacco: Its History and associations (1876), Cigarettes in Fact and Fancy (1906), dan Pipe and Pouch: The Smokers Own Book of Poetry (1905) ditulis di Britania Raya dan Amerika Serikat.. The Fragrant Weed: Some of the Good Things Which Have been Said or Sung about Tobacco, diterbitkan tahun 1907, memuat, di antara banyak baris lainnya, baris-baris berikut dari puisi A Bachelor's Views karya Tom Hall yang merupakan gambaran umum dari sikap di banyak buku:

Sampul My Lady Nicotine: A Study in Smoke (1896) karya J. M. Barrie, yang juga terkenal karena dramanya Peter Pan.

So let us drink
To her, – but think
Of him who has to keep her;
And sans a wife
Let's spend our life
In bachelordom, – it's cheaper.

— Eugene Umberger[123]

Karya-karya ini diterbitkan pada era sebelum rokok menjadi bentuk konsumsi tembakau yang dominan dan cangklong, cerutu, dan tembakau kunyah masih umum. Banyak buku yang diterbitkan dalam kemasan baru yang akan menarik minat pria perokok. Pipe and Pouch dikemas dalam tas kulit menyerupai kantong tembakau dan Cigarettes in Fact and Fancy (1901) dikemas dalam sampul kulit, dikemas dalam kotak cerutu kardus imitasi. Pada akhir tahun 1920-an, penerbitan karya sastra jenis ini sebagian besar menurun dan bangkit kembali secara sporadis pada akhir abad ke-20.[124]

Musik

Ada beberapa contoh pengaruh tembakau dalam musik pada awal masa modern, meskipun ada tanda-tanda pengaruh tembakau dalam karya-karya seperti Enlightening Thoughts of a Tobacco-Smoker karya Johann Sebastian Bach.[125] Namun, sejak awal abad ke-20 dan seterusnya, merokok telah dikaitkan dengan perkembangan musik populer. Jazz sejak awal berkaitan erat dengan kebiasaan merokok di tempat dimainkannya musik tersebut, seperti bar, gedung dansa, klub jazz, dan bahkan rumah bordil. Munculnya jazz bertepatan dengan berkembangnya industri tembakau modern, dan di Amerika Serikat juga berkontribusi terhadap berkembangnya ladang ganja. Yang terakhir dikenal dengan nama-nama seperti "tea", "muggles" dan "reefer" di komunitas jazz dan sangat berpengaruh pada tahun 1920-an dan 30-an sehingga muncul dalam lagu-lagu yang dikomposisi pada saat itu seperti Muggles karya Louis Armstrong, Smoking Reefers karya Larry Adler, dan Chant of the Weed karya Don Redman. Popularitas ganja di kalangan musisi jazz tetap tinggi hingga tahun 1940-an dan 50-an, ketika sebagian digantikan oleh penggunaan heroin.[126]

Bentuk lain dari musik populer yang sangat erat kaitannya dengan kebiasaan merokok ganja adalah reggae, gaya musik yang berasal dari Jamaika pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 60-an. Ganja, atau cannabis, diyakini telah diperkenalkan ke Jamaika pada pertengahan abad ke-19 oleh pekerja imigran India dan terutama dikaitkan dengan pekerja India sampai diambil alih oleh gerakan Rastafari pada pertengahan abad ke-20.[127] Rastafari menganggap merokok ganja sebagai cara untuk lebih dekat dengan Tuhan, atau Jah, sebuah asosiasi yang sangat dipopulerkan oleh ikon reggae seperti Bob Marley dan Peter Tosh pada tahun 1960-an dan 70-an.[128]

Ekonomi

Perkiraan menyebutkan bahwa perokok menyebabkan kerugian ekonomi AS sebesar $97,6 miliar per tahun akibat hilangnya produktivitas dan tambahan $96,7 miliar dihabiskan untuk layanan kesehatan publik dan swasta.[129] Jumlah ini lebih dari 1% produk domestik bruto . Seorang perokok laki-laki di Amerika Serikat yang merokok lebih dari sebungkus sehari dapat mengalami kenaikan biaya pengeluaran rata-rata $19.000 hanya untuk pengobatan selama hidupnya. Seorang perokok perempuan di Amerika yang merokok lebih dari sebungkus sehari dapat mengalami kenaikan biaya kesehatan rata-rata $25.800 selama hidupnya.[130]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ a b c d "Tobacco Fact sheet N°339". May 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 May 2010. Diakses tanggal 13 May 2015.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "WHO2014" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ Reitsma, Marissa B; Fullman, Nancy; Ng, Marie; Salama, Joseph S; Abajobir, Amanuel (April 2017). "Smoking prevalence and attributable disease burden in 195 countries and territories, 1990–2015: a systematic analysis from the Global Burden of Disease Study 2015". The Lancet. 389 (10082): 1885–906. doi:10.1016/S0140-6736(17)30819-X. PMC 5439023alt=Dapat diakses gratis. PMID 28390697. 
  3. ^ Ritchie, Hannah; Roser, Max (23 May 2013). "Smoking". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 February 2021. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  4. ^ See Gately; Wilbert
  5. ^ Robicsek (1978), p. 30
  6. ^ P. Ram Manohar, "Smoking and Ayurvedic Medicine in India" in Smoke, pp. 68–75
  7. ^ González Wagner, Carlos (1984). Psicoactivos, misticismo y religión en el mundo antiguo. Complutense University of Madrid. 
  8. ^ Gilman & Xun 2004, hlm. 20-21.
  9. ^ Phillips, pp. 303–19
  10. ^ Coe, pp. 74–81
  11. ^ Jamestown, Virginia: An Overview Diarsipkan 7 February 2009 di Wayback Machine.
  12. ^ Kulikoff, pp. 38–39.
  13. ^ Cooper, William J., Liberty and Slavery: Southern Politics to 1860, Univ of South Carolina Press, 2001, p. 9.
  14. ^ The People's Chronology, 1994 by James Trager
  15. ^ Tanya Pollard, "The Pleasures and Perils of Smoking in Early Modern England" in Smoke, p. 38
  16. ^ Tanya Pollard, "The Pleasures and Perils of Smoking in Early Modern England" in Smoke, p. 38
  17. ^ Timon Screech, "Tobacco in Edo Period Japan" in Smoke, pp. 92–99
  18. ^ Gilman & Xun 2004, hlm. 15-16.
  19. ^ Lloyd & Mitchinson
  20. ^ Roberts 2004, hlm. 53–54.
  21. ^ Burns, pp. 134–35.
  22. ^ Jos Ten Berge, "The Belle Epoque of Opium in Smoke, p. 114
  23. ^ Stephen R. Platt, Imperial Twilight: the Opium War and the End of China's Last Golden Age (NY: Knopf, 2018), 166-73. ISBN 978-0-307-96173-0
  24. ^ Jos Ten Berge, "The Belle Epoque of Opium in Smoke, p. 114
  25. ^ Jos Ten Berge, "The Belle Epoque of Opium in Smoke, p. 114
  26. ^ Benjamin Rush, M.D. (1798). Essays, Literary, Moral and Philosophical, 2nd ed. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 October 2021. Diakses tanggal 2 November 2019. 
  27. ^ James C. Coleman, Ph.D. (1976). Abnormal Psychology and Modern Life, 5th ed. Scott, Foresman & Co. hlm. 43 and 427. ASIN B002KI5YEW. OCLC 1602234. 
  28. ^ Proctor 2000
  29. ^ Proctor 2000
  30. ^ Proctor 2000
  31. ^ a b Proctor 2000
  32. ^ Proctor, Robert N. (1996). Nazi Medicine and Public Health Policy. Dimensions, Anti-Defamation League. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-31. Diakses tanggal 2008-06-01. 
  33. ^ a b Proctor 2000
  34. ^ White, Colin (September 1989). "Research on Smoking and Lung Cancer: A Landmark in the History of Chronic Disease Epidemiology". The Yale Journal of Biology and Medicine. 63 (1): 29–46. PMC 2589239alt=Dapat diakses gratis. PMID 2192501. 
  35. ^ Doll R, Hill AB; Hill (30 September 1950). "Smoking and carcinoma of the lung. Preliminary report". British Medical Journal. 2 (4682): 739–48. doi:10.1136/bmj.2.4682.739. PMC 2038856alt=Dapat diakses gratis. PMID 14772469. 
  36. ^ Doll R, Hill AB; Hill (26 June 1954). "The mortality of doctors in relation to their smoking habits. A preliminary report". British Medical Journal. 1 (4877): 1451–55. doi:10.1136/bmj.1.4877.1451. PMC 2085438alt=Dapat diakses gratis. PMID 13160495. 
  37. ^ Berridge, V. Marketing Health: Smoking and the Discourse of Public Health in Britain, 1945–2000, Oxford: Oxford University Press, 2007.
  38. ^ "Smoking and Health: Report of the Advisory Committee to the Surgeon General of the Public Health Service". 1964. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 August 2019. Diakses tanggal 17 April 2015. 
  39. ^ "Reports of the Surgeon General, U.S. Public Health Service". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-22. Diakses tanggal 2015-04-17. 
  40. ^ Geyelin, Milo (23 November 1998). "Forty-Six States Agree to Accept $206 Billion Tobacco Settlement". Wall Street Journal. 
  41. ^ VJ Rock; A Malarcher; JW Kahende; K Asman; C Husten; R Caraballo (2007-11-09). "Cigarette Smoking Among Adults – United States, 2006". United States Centers for Disease Control and Prevention. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 August 2019. Diakses tanggal 2009-01-01. [...]In 2006, an estimated 20.8% (45.3 million) of U.S. adults[...] 
  42. ^ Hilton, Matthew (2000-05-04). Smoking in British Popular Culture, 1800–2000: Perfect Pleasures. Manchester University Press. hlm. 229–41. ISBN 978-0-7190-5257-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 January 2023. Diakses tanggal 2009-03-22. 
  43. ^ "WHO/WPRO-Smoking Statistics". World Health Organization Regional Office for the Western Pacific. 2002-05-28. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 November 2009. Diakses tanggal 2009-01-01. 
  44. ^ Roberts 2004, hlm. 46–57.
  45. ^ WHO Report on the Global Tobacco Epidemic: The MPOWER Package (Laporan). Geneva. 2008. hlm. 267–88. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 February 2010. 
  46. ^ History of the WHO Framework Convention on Tobacco Control. Geneva: World Health Organization. 2009. ISBN 978-92-4-156392-5. OCLC 547193748. 
  47. ^ WHO Framework Convention on Tobacco Control. Geneva, Switzerland: World Health Organization. 2003. ISBN 978-92-4-159101-0. OCLC 54966940. 
  48. ^ Chung-Hall, Janet; Craig, Lorraine; Gravely, Shannon; Sansone, Natalie; Fong, Geoffrey T. (2018-08-17). "Impact of the WHO FCTC over the first decade: a global evidence review prepared for the Impact Assessment Expert Group". Tobacco Control. 28 (Suppl 2): tobaccocontrol–2018–054389. doi:10.1136/tobaccocontrol-2018-054389. ISSN 0964-4563. PMC 6589489alt=Dapat diakses gratis. PMID 29880598. 
  49. ^ Republica. "Senior cardiologist Anil urges to quit smoking for the sake of loved ones". My Republica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-05. 
  50. ^ DoJ-DEA-History-1985-1990 Diarsipkan 25 February 2009 di Wayback Machine.
  51. ^ "Cracked up". salon.com. 11 May 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 December 2008. 
  52. ^ World Health Organization. "Tobacco". WHO. World Health Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 January 2023. Diakses tanggal 30 January 2023. 
  53. ^ Leslie Iverson, "Why do We Smoke?: The Physiology of Smoking" in Smoke, p. 320
  54. ^ Centers for Disease Control and Prevention (CDC) (2002). "Annual smoking-attributable mortality, years of potential life lost, and economic costs – United States, 1995–1999". MMWR Morb. Mortal. Wkly. Rep. 51 (14): 300–03. PMID 12002168. 
  55. ^ Doll R, Peto R, Boreham J, Sutherland I (2004). "Mortality in relation to smoking: 50 years' observations on male British doctors". BMJ. 328 (7455): 1519. doi:10.1136/bmj.38142.554479.AE. PMC 437139alt=Dapat diakses gratis. PMID 15213107. 
  56. ^ Thun MJ, Day-Lally CA, Calle EE, Flanders WD, Heath CW Jr (1995). "Excess mortality among cigarette smokers: changes in a 20-year interval". Am J Public Health. 85 (9): 1223–30. doi:10.2105/ajph.85.9.1223. PMC 1615570alt=Dapat diakses gratis. PMID 7661229. 
  57. ^ Thun MJ, Hannan LM, Adams-Campbell LL, Boffetta P, Buring JE, Feskanich D, Flanders WD, Jee SH, Katanoda K, Kolonel LN, Lee IM, Marugame T, Palmer JR, Riboli E, Sobue T, Avila-Tang E, Wilkens LR, Samet JM (2008). "Lung cancer occurrence in never-smokers: An analysis of 13 cohorts and 22 cancer registry studies". PLOS Med. 5 (9): e185. doi:10.1371/journal.pmed.0050185. PMC 2531137alt=Dapat diakses gratis. PMID 18788891. 
  58. ^ Kenneth Johnson (Jan 24, 2018). "Just one cigarette a day seriously elevates cardiovascular risk". British Medical Journal. 360: k167. doi:10.1136/bmj.k167. PMID 29367307. 
  59. ^ "Just one cigarette a day can cause serious heart problems". New Scientist. Feb 3, 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 December 2020. Diakses tanggal 6 May 2020. 
  60. ^ Law MR, Morris JK, Wald NJ (1997). "Environmental tobacco smoke exposure and ischaemic heart disease: an evaluation of the evidence". BMJ. 315 (7114): 973–80. doi:10.1136/bmj.315.7114.973. PMC 2127675alt=Dapat diakses gratis. PMID 9365294. 
  61. ^ American Legacy Foundation factsheet on lung cancer Diarsipkan 2007-09-27 di Wayback Machine.; their cited source is: CDC (Centers for Disease Control) The Health Consequences of Smoking: A Report of the Surgeon General. 2004.
  62. ^ Nyboe J, Jensen G, Appleyard M, Schnohr P (1989). "Risk factors for acute myocardial infarction in Copenhagen. I: Hereditary, educational and socioeconomic factors. Copenhagen City Heart Study". Eur Heart J. 10 (10): 910–16. doi:10.1093/oxfordjournals.eurheartj.a059401. PMID 2598948. 
  63. ^ Devereux G (2006). "ABC of chronic obstructive pulmonary disease. Definition, epidemiology, and risk factors". BMJ. 332 (7550): 1142–44. doi:10.1136/bmj.332.7550.1142. PMC 1459603alt=Dapat diakses gratis. PMID 16690673. 
  64. ^ Braun JM, Kahn RS, Froehlich T, Auinger P, Lanphear BP (2006). "Exposures to environmental toxicants and attention deficit hyperactivity disorder in U.S. children". Environ. Health Perspect. 114 (12): 1904–09. doi:10.1289/ehp.10274. PMC 1764142alt=Dapat diakses gratis. PMID 17185283. 
  65. ^ Tomar, S. L.; Asma, S. (May 2000). "Smoking-attributable periodontitis in the United States: findings from NHANES III. National Health and Nutrition Examination Survey". Journal of Periodontology. 71 (5): 743–51. doi:10.1902/jop.2000.71.5.743. ISSN 0022-3492. PMID 10872955. 
  66. ^ a b Ramon, Jose-Maria; Echeverria, Jose-Javier (August 2002). "Effects of smoking on periodontal tissues". Journal of Clinical Periodontology. 29 (8): 771–76. doi:10.1034/j.1600-051x.2002.290815.x. ISSN 0303-6979. PMID 12390575. 
  67. ^ Grossi, S.G.; Genco, R.J.; Machtet, E.E.; Ho, A.W.; Koch, G.; Dunford, R.; Zambon, J.J.; Hausmann, E. (1995). "Assessment of Risk for Periodontal Disease. II. Risk Indicators for Alveolar Bone Loss". Journal of Periodontology (dalam bahasa Inggris). 66 (1): 23–29. doi:10.1902/jop.1995.66.1.23. ISSN 0022-3492. PMID 7891246. 
  68. ^ Harris, C.; Warnakulasuriya, K.A.A.S.; Gelbier, S.; Johnson, N.W.; Peters, T.J. (December 1997). "Oral and Dental Health in Alcohol Misusing Patients". Alcoholism: Clinical and Experimental Research. 21 (9): 1707–09. doi:10.1111/j.1530-0277.1997.tb04511.x. ISSN 0145-6008. PMID 9438534. 
  69. ^ Axeix, Tony; Hedin, C. Anders (December 1982). "Epidemiologic study of excessive oral melanin pigmentation with special reference to the influence of tobacco habits". European Journal of Oral Sciences. 90 (6): 434–42. doi:10.1111/j.1600-0722.1982.tb00760.x. ISSN 0909-8836. PMID 6961509. 
  70. ^ Brocklehurst, Paul; Kujan, Omar; O'Malley, Lucy A; Ogden, Graham; Shepherd, Simon; Glenny, Anne-Marie (2013-11-19). "Screening programmes for the early detection and prevention of oral cancer". Cochrane Database of Systematic Reviews. 2021 (11): CD004150. doi:10.1002/14651858.CD004150.pub4. ISSN 1465-1858. PMC 8078625alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 24254989. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 July 2022. Diakses tanggal 9 May 2018. 
  71. ^ Monteiro-da-Silva, Filipa; Sampaio-Maia, Benedita; Pereira, Maria de Lurdes; Araujo, Ricardo (2013-03-04). "Characterization of the oral fungal microbiota in smokers and non-smokers". European Journal of Oral Sciences. 121 (2): 132–35. doi:10.1111/eos.12030. ISSN 0909-8836. PMID 23489903. 
  72. ^ Reibel, Jesper (2003). "Tobacco and oral diseases. Update on the evidence, with recommendations". Medical Principles and Practice. 12 (Suppl 1): 22–32. doi:10.1159/000069845. ISSN 1011-7571. PMID 12707498. 
  73. ^ "Which country smokes the most?". Gadling. 2008-05-12. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 July 2017. Diakses tanggal 9 September 2008. 
  74. ^ "Cigarette Smoking Among Adults – United States, 2006". Cdc.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 August 2019. Diakses tanggal 2008-09-18. 
  75. ^ Cataldo JK, Prochaska JJ, Glantz SA (2010). "Cigarette Smoking is a Risk Factor for Alzheimer's Disease: an Analysis Controlling for Tobacco Industry Affiliation". Journal of Alzheimer's Disease. 19 (2): 465–80. doi:10.3233/JAD-2010-1240. PMC 2906761alt=Dapat diakses gratis. PMID 20110594. 
  76. ^ Cosnes J, Carbonnel F, Carrat F, Beaugerie L, Cattan S, Gendre J (1999). "Effects of current and former cigarette smoking on the clinical course of Crohn's disease". Aliment. Pharmacol. Ther. 13 (11): 1403–11. doi:10.1046/j.1365-2036.1999.00630.x. PMID 10571595. 
  77. ^ Calkins BM (1989). "A meta-analysis of the role of smoking in inflammatory bowel disease". Dig. Dis. Sci. 34 (12): 1841–54. doi:10.1007/BF01536701. PMID 2598752. 
  78. ^ Lakatos PL, Szamosi T, Lakatos L (2007). "Smoking in inflammatory bowel diseases: good, bad or ugly?". World J. Gastroenterol. 13 (46): 6134–39. doi:10.3748/wjg.13.6134. PMC 4171221alt=Dapat diakses gratis. PMID 18069751. 
  79. ^ "Smoking and Diabetes". Centers for Disease Control and Prevention (dalam bahasa Inggris). 23 April 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-24. Diakses tanggal 4 November 2019. 
  80. ^ "Share of deaths from smoking". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 March 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  81. ^ "Death rate from smoking". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 January 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  82. ^ Leslie Iverson, "Why do We Smoke?: The Physiology of Smoking" in Smoke, p. 318
  83. ^ Leslie Iverson, "Why do We Smoke?: The Physiology of Smoking" in Smoke, pp. 320–21
  84. ^ Model D (1985). "Smoker's face: an underrated clinical sign?". Br Med J (Clin Res Ed). 291 (6511): 1760–62. doi:10.1136/bmj.291.6511.1760. PMC 1419177alt=Dapat diakses gratis. PMID 3936573. 
  85. ^ Talhout R, Schulz T, Florek E, van Benthem J, Wester P, Opperhuizen A (2011). "Hazardous compounds in tobacco smoke". Int J Environ Res Public Health. 8 (2): 613–28. doi:10.3390/ijerph8020613. PMC 3084482alt=Dapat diakses gratis. PMID 21556207. 
  86. ^ Kastan MB (2008). "DNA damage responses: mechanisms and roles in human disease: 2007 G.H.A. Clowes Memorial Award Lecture". Mol. Cancer Res. 6 (4): 517–24. doi:10.1158/1541-7786.MCR-08-0020. PMID 18403632. 
  87. ^ Cunningham FH, Fiebelkorn S, Johnson M, Meredith C (2011). "A novel application of the Margin of Exposure approach: segregation of tobacco smoke toxicants". Food Chem. Toxicol. 49 (11): 2921–33. doi:10.1016/j.fct.2011.07.019. PMID 21802474. 
  88. ^ Liu XY, Zhu MX, Xie JP (2010). "Mutagenicity of acrolein and acrolein-induced DNA adducts". Toxicol. Mech. Methods. 20 (1): 36–44. doi:10.3109/15376510903530845. PMID 20158384. 
  89. ^ Speit G, Merk O (2002). "Evaluation of mutagenic effects of formaldehyde in vitro: detection of crosslinks and mutations in mouse lymphoma cells". Mutagenesis. 17 (3): 183–87. doi:10.1093/mutage/17.3.183. PMID 11971987. 
  90. ^ Pu X, Kamendulis LM, Klaunig JE (2009). "Acrylonitrile-induced oxidative stress and oxidative DNA damage in male Sprague-Dawley rats". Toxicol. Sci. 111 (1): 64–71. doi:10.1093/toxsci/kfp133. PMC 2726299alt=Dapat diakses gratis. PMID 19546159. 
  91. ^ Koturbash I, Scherhag A, Sorrentino J, Sexton K, Bodnar W, Swenberg JA, Beland FA, Pardo-Manuel Devillena F, Rusyn I, Pogribny IP (2011). "Epigenetic mechanisms of mouse interstrain variability in genotoxicity of the environmental toxicant 1,3-butadiene". Toxicol. Sci. 122 (2): 448–56. doi:10.1093/toxsci/kfr133. PMC 3155089alt=Dapat diakses gratis. PMID 21602187. 
  92. ^ Garcia CC, Angeli JP, Freitas FP, Gomes OF, de Oliveira TF, Loureiro AP, Di Mascio P, Medeiros MH (2011). "[13C2]-Acetaldehyde promotes unequivocal formation of 1,N2-propano-2'-deoxyguanosine in human cells". J. Am. Chem. Soc. 133 (24): 9140–43. doi:10.1021/ja2004686. PMID 21604744. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 November 2020. Diakses tanggal 30 November 2019. 
  93. ^ Tompkins EM, McLuckie KI, Jones DJ, Farmer PB, Brown K (2009). "Mutagenicity of DNA adducts derived from ethylene oxide exposure in the pSP189 shuttle vector replicated in human Ad293 cells". Mutat. Res. 678 (2): 129–37. Bibcode:2009MRGTE.678..129T. doi:10.1016/j.mrgentox.2009.05.011. PMID 19477295. 
  94. ^ Fabiani R, Rosignoli P, De Bartolomeo A, Fuccelli R, Morozzi G (2007). "DNA-damaging ability of isoprene and isoprene mono-epoxide (EPOX I) in human cells evaluated with the comet assay". Mutat. Res. 629 (1): 7–13. Bibcode:2007MRGTE.629....7F. doi:10.1016/j.mrgentox.2006.12.007. PMID 17317274. 
  95. ^ Gay, Peter (1988). Freud: A Life for Our TimePerlu mendaftar (gratis). New York: W.W. Norton & Company. hlm. 650–51. ISBN 978-0-393-32861-5. 
  96. ^ Harris, J.R. (1998). The Nurture Assumption: Why children turn out the way they do. New York: Free Press. 
  97. ^ Parrott AC (1999). "Does cigarette smoking cause stress?". American Psychologist. 54 (10): 817–20. doi:10.1037/0003-066X.54.10.817. PMID 10540594. 
  98. ^ Eysenck, H. J. (1965). Smoking, health and personality. New York: Basic Books.
  99. ^ Ozga-Hess, Jenny E.; Romm, Katelyn F.; Felicione, Nicholas J.; Dino, Geri; Blank, Melissa D.; Turiano, Nicholas A. (2020-09-01). "Personality and impulsivity as predictors of tobacco use among emerging adults: A latent class analysis". Personality and Individual Differences (dalam bahasa Inggris). 163: 110076. doi:10.1016/j.paid.2020.110076. ISSN 0191-8869. PMC 8313022alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 34321706 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  100. ^ "Summaries for patients. Primary care interventions to prevent tobacco use in children and adolescents: U.S. Preventive Services Task Force recommendation statement". Ann. Intern. Med. 159 (8): 1–36. 2013. doi:10.7326/0003-4819-159-8-201310150-00699. PMID 23974179. 
  101. ^ Chamberlain, Catherine; O'Mara-Eves, Alison; Porter, Jessie; Coleman, Tim; Perlen, Susan M.; Thomas, James; McKenzie, Joanne E. (2017). "Psychosocial interventions for supporting women to stop smoking in pregnancy". The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2 (3): CD001055. doi:10.1002/14651858.CD001055.pub5. ISSN 1469-493X. PMC 4022453alt=Dapat diakses gratis. PMID 28196405. 
  102. ^ Stead, Lindsay F; Koilpillai, Priya; Fanshawe, Thomas R; Lancaster, Tim (2016-03-24). "Combined pharmacotherapy and behavioural interventions for smoking cessation". Cochrane Database of Systematic Reviews. 2016 (3): CD008286. doi:10.1002/14651858.cd008286.pub3. ISSN 1465-1858. PMC 10042551alt=Dapat diakses gratis Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 27009521. 
  103. ^ "Featured Review: Can people stop smoking by cutting down the amount they smoke first?". Cochrane (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 January 2022. Diakses tanggal 2019-10-16. 
  104. ^ "Average price of a pack of cigarettes". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 March 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  105. ^ "Taxes as a share of cigarette price". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 March 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  106. ^ "Enforcement of bans on tobacco advertising". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 March 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  107. ^ "Support to help quit tobacco use". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 March 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  108. ^ "Share of people who smoke every day". Our World in Data. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 March 2020. Diakses tanggal 5 March 2020. 
  109. ^ Gilman & Xun 2004, hlm. 26.
  110. ^ Matthew Hilton, "Smoking and Sociability" in Smoke, p. 133
  111. ^ Sollmann, Torald. (1906) A Text-book of Pharmacology and Some Allied Sciences. W.B. Saunders Company, Philadelphia and London. p. 265.
  112. ^ Matthew Hilton, "Smoking and Sociability" in Smoke, pp. 126–33
  113. ^ "Testosterone The good and the bad". CNN. Dec 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-17. 
  114. ^ Timon Screech, "Tobacco in Edo Period Japan" in Smoke, pp. 92–99
  115. ^ Robicsek (1978)
  116. ^ Ashes to Ashes pp. 78–81
  117. ^ Ivan Kalmar, "The Houkah in the Harem: On Smoking and Orientalist Art" in Smoke, pp. 218–29
  118. ^ Greaves, p. 266
  119. ^ Benno Tempel, "Symbol and File: Smoking in Art since the Seventeenth Century" in Smoke, pp. 206–17
  120. ^ "Smoking Prevalence in UK Films | Doctor-4-U". www.doctor-4-u.co.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 June 2021. Diakses tanggal 2019-10-23. 
  121. ^ Noah Iserberg, "Cinematic Smoke: From Weimar to Hollywood" in Smoke, pp. 248–55
  122. ^ a b Thomas, Michael (2019). "Was Television Responsible for a New Generation of Smokers?". Journal of Consumer Research (dalam bahasa Inggris). 46 (4): 689–707. doi:10.1093/jcr/ucz024. 
  123. ^ Eugene Umberger, "In Praise of Lady Nicotine: A Bygone Era of Prose, Poetry... and Presentation" in Smoke, p. 241
  124. ^ Eugene Umberger, "In Praise of Lady Nicotine: A Bygone Era of Prose, Poetry... and Presentation" in Smoke, pp. 236–47
  125. ^ Willard A. Palmer Enlightening Thoughts of a Tobacco Smoker, in J. S. Bach: An Introduction to His Keyboard Music, p. 23. Accessed 2016.
  126. ^ Stephen Cottrell, "Smoking and All That Jazz" in Smoke, pp. 154–59
  127. ^ J. Edward Chamberlin & Barry Chevannes, "Ganja in Jamaica" in Smoke, p. 148
  128. ^ J. Edward Chamberlin & Barry Chevannes, "Ganja in Jamaica" in Smoke, pp. 144–53
  129. ^ Smith, Hilary. "The high costs of smoking". MSN money. Retrieved 10 September 2008 from https://web.archive.org/web/20081212025257/http://articles.moneycentral.msn.com/Insurance/InsureYourHealth/HighCostOfSmoking.aspx
  130. ^ U.S. Department of Treasury. "The Economic Costs of Smoking in the United States and the Benefits of Comprehensive Tobacco Legislation". Retrieved 10 September 2008 from "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-10-15. Diakses tanggal 2008-10-14. 

Bacaan lebih lanjut

  • Ashes to Ashes: The History of Smoking and Health (1998) edited by S. Lock, L.A. Reynolds and E.M. Tansey 2nd ed. Rodopi. ISBN 90-420-0396-0
  • Coe, Sophie D. (1994) America's first cuisines ISBN 0-292-71159-X
  • Gately, Iain (2003) Tobacco: A Cultural History of How an Exotic Plant Seduced Civilization ISBN 0-8021-3960-4
  • Goldberg, Ray (2005) Drugs Across the Spectrum. 5th ed. Thomson Brooks/Cole. ISBN 0-495-01345-5
  • Goodman, Jordan, ed. Tobacco in History and Culture. An Encyclopedia (2 vol, Gage Cengage, 2005) online
  • Greaves, Lorraine (2002) High Culture: Reflections on Addiction and Modernity. edited by Anna Alexander and Mark S. Roberts. State University of New York Press. ISBN 0-7914-5553-X
  • Hirschfelder, Arlene B. Encyclopedia of smoking and tobacco (1999) online

Pranala luar