Lompat ke isi

Ambang batas presiden

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ambang Batas Presiden (Bahasa Inggris :Presidential Threshold ) adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh oleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden[1] Presidential Threshold merupakan ketentuan tambahan mengenai pengaturan tentang syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (2) UU Pemilu yang menyatakan bahwa “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik ataupun gabungan partai politik peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu"[2]

Tujuan

Berikut ini adalah beberapa alasan kenapa Presidential Threshold diterapkan[3]

Memperkuat Sistem Presidensial

Dalam sistem presidensial, presiden dan wakil presiden yang telah dipilih secara langsung oleh rakyat akan memiliki kedudukan yang kuat secara politik. Hal itu membuat presiden dan wakil presiden tidak dapat diberhentikan secara mudah karena alasan politik.

Efektivitas Penyelenggaraan Pemerintahan

Jika sistem itu tidak diterapkan, bisa saja presiden dan wakil presiden yang terpilih diusung oleh partai atau koalisi partai politik yang jumlah kursinya bukan mayoritas di parlemen. Jika hal itu terjadi, maka kemungkinan besar presiden dan wakil presiden sebagai lembaga eksekutif bakal kesulitan dalam menjalankan pemerintahan karena bakal diganggu oleh koalisi mayoritas di parlemen.

Menyederhanakan Sistem Multipartai Melalui Seleksi Alam

Dengan adanya Sistem ini partai-partai yang tidak memenuhi ambang batas tidak bisa mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diharapkan hasilnya akhirnya adalah calon yang muncul yang akan dipilih oleh rakyat adalah yang kualitasnya sudah teruji.

Sejarah

Ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pertama kali dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (sekarang tidak berlaku lagi). Pembatasan tersebut dirumuskan dalam Bab II tentang Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, tepatnya pada Pasal 5 ayat (4), yang menyatakan bahwa:

"Pasangan calon sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR"

— Undang-Undang No 23 Tahun 2003 Pasal 5 ayat (4)

Ambang batas tersebut berlaku untuk pemilihan presiden Tahun 2004, Pemilihan Presiden Tahun 2009 dan Pemilihan Presiden Tahun 2014 menggunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada hasil pemilihan legislatif yang telah dilaksanakan sebelumnya sebagai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) karena pemilihan legislatif dilakukan sebelum pelaksanaan pemilihan calon presiden dan wakil presiden.

Kemudian mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan bernomor 14/PUU-XI/2013 yang menguji Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (“UU 42/2015”). Pasal 3 ayat (5) UU 42/2015 tersebut mengatur mengenai pelaksanaan pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan kemudian MK menyatakan aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pasal 22E UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi kemudian menjelaskan bahwa pengusulan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden oleh gabungan partai politik tidak lantas membentuk koalisi permanen dari partai politik atau gabungan partai politik yang kemudian akan menyederhanakan sistem kepartaian. Berdasarkan pengalaman praktik ketatanegaraan tersebut, pelaksanaan Pilpres setelah Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan tidak memberi penguatan atas sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh konstitusi. Oleh karena itu, norma pelaksanaan Pilpres yang dilakukan setelah Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan telah nyata tidak sesuai dengan semangat yang dikandung oleh UUD 1945 dan tidak sesuai dengan makna pemilihan umum yang dimaksud oleh UUD 1945, khususnya dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan:

"Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” dan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”, serta Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar"

— Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 22E ayat (1)

Berkat adanya putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 14/PUU-XI/2013 maka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menjadi tidak relevan lagi karena untuk pemilu yang akan datang pemilu dilaksanakan secara serentak. Oleh Karena itu lahirlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”). Ketentuan tentang besaran perolehan jumlah kursi maupun suara sah nasional yang menjadi syarat untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden selalu berubah setiap kali pelaksanaan pemilu. Pada pelaksanaan pemilu tahun 2019, pengaturan tentang Presidential Treshold berdasarkan ketentuan yang terdapat pada Pasal 222 UU Pemilu yang menyatakan bahwa:

"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25%(dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya."

— Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Pasal 222

Undang-undang Pemilu No 7 Tahun 2017 mulai efektif digunakan untuk pemilihan presiden 2019 dan Pemilihan Presiden Tahun 2024

Daftar Gugatan

Besaran angka presidential threshold yang mencapai 20%, hal ini dianggap hanya menguntungkan partai besar dan merugikan partai kecil dan dianggap merusak demokrasi, oleh karena itu banyak pihak yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi agar presidential threshold ini dihapuskan.

Berikut ini daftar Gugatan Ambang Batas Presiden (Bahasa Inggris: Presidential Threshold) yang di Gugat ke Mahkamah Konstitusi[4]

Daftar Gugatan Ambang Batas Presiden (Presidential Threshold)
Gugatan Ke Tahun Pemohon Pekerjaan No Perkara Amar Putusan Hakim MK (Ketua)
1 2017 Habiburokhman Advokat 44/PUU-XV/2017 Tidak Dapat di Terima Arief Hidayat
2 2017 Rhoma Irama Ketua Umum Partai Islam Damai Aman 53/PUU-XV/2017 Di Kabulkan Sebagian Arief Hidayat
Ramdansyah Sekretaris Jenderal Partai Islam Damai Aman
3 2017 Effendi Gazali Dosen dan Peneliti Komunikasi Politik, Seniman 59/PUU-XV/2017 Di Tolak Arief Hidayat
4 2017 Yusril Ihza Mahendra Ketua Umum Partai Bulan Bintang 70/PUU-XV/2017 Tidak Dapat Diterima Arief Hidayat
Afriansyah Noor Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang
5 2017 Hadar Nafis Gumay Pengajar dan Peneliti 71/PUU-XV/2017 Tidak Dapat Diterima Arief Hidayat
Yuda Kusumaningsih Aktivis Perempuan dan Ibu Rumah Tangga
Titi Anggraini Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (PERLUDEM)
6 2017 Mas Soeroso Swasta 72/PUU-XV/2017 Tidak Dapat Diterima Arief Hidayat
7 2018 Muhammad Busyro Muqoddas Dosen 49/PUU-XVI/2018 Ditolak Anwar Usman
Muhammad Chatib Basri Karyawan Swasta
Faisal Batubara Dosen
Hadar Nafis Gumay Dosen
Bambang Widjojanto Dosen
Rocky Gerung Dosen
Robertus Robet Karyawan Swasta
Angga Dwimas Karyawan Swasta
Feri Amsari Direktur PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas
Hasan Karyawan Swasta
Dahnil Anzar Simanjuntak Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah
Titi Anggraini Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (PERLUDEM)
8 2018 Nugroho Prasetyo Wiraswasta 50/PUU-XVI/2018 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
9 2018 Effendi Gazali Seniman, Dosen, dan Peneliti Komunikasi Politik 54/PUU-XVI/2018 Ditolak Anwar Usman
Reza Indragiri Amriel Konsultan Psikologi Yudisial
Khoe Seng Seng Wiraswasta
Usman Komisaris Komisi Informasi Pusat 2009- 2013, Peneliti Kelayakan Informasi Publik
10 2018 Muhammad Dandy Mahasiswa 58/PUU-XVI/2018 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
11 2018 Sri. Sudarjo Ketua Umum Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen 61/PUU-XVI/2018 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Dianul Hayezi Sekretaris Jendral Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen
12 2018 Deri Darmawansyah Mahasiswa 92/PUU-XVI/2018 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
13 2020 Ki Gendeng Pamungkas - 35/PUU-XVIII/2020 Ditarik Kembali Anwar Usman
14 2020 Rizal Ramli - 74/PUU-XVIII/2020 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Abdulrachim Kresno -
15 2021 Martondi - 44/PUU-XIX/2021 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Naloanda -
M. Gontar Lubis -
Muhammad Yasid -
16 2021 Ferry Joko Yuliantono Karyawan Swasta 66/PUU-XIX/2021 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
17 2021 Bustami Zainudin Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 68/PUU-XIX/2021 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Fachrul Razi Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
18 2021 Gatot Nurmantyo Pensiunan 70/PUU-XIX/2021 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
19 2022 Lieus Sungkharisma Wiraswasta 5/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
20 2022 Tamsil Linrung Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 6/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Fahira Idris Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Edwin Pratama Putra Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
21 2022 Ikhwan Mansyur Situmeang Aparatur Sipil Negara (ASN) 7/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
22 2022 Tata Kesantra - 8/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Ida Irmayani -
Sri Mulyanti Masri -
Safur Baktiar -
Padma Anwar -
Christcisco Komari -
Krisna Yudha -
Eni Garniasih Kusnadi -
Novi Karlinah -
Nurul Islah -
Faisal Aminy -
Mohammad Maudy Alvi -
Marnila Buckingham -
Deddy Heyder Sungkar -
Rahmatiah -
Mutia Saufni Fisher -
Karina Ratana Kanya -
Winda Oktaviana -
Tunjiah Binti Dul Warso -
Muji Hasanah -
Agus Riwayanto -
Budi Satya Pramudia -
Jumiko Sakarosa -
Ratih Ratna Purnami -
Fatma Lenggogeni -
Edwin Syafdinal Syafril -
Agri Sumara -
23 2022 Ridho Rahmadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Ummat 11/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
A. Muhajir Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Ummat
24 2022 Syafril Sjofyan Wiraswasta 13/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwat Usman
Tito Roesbandi Wiraswasta
Elyan Verna Hakim Wiraswasta
Endang Wuryaningsih Mengurus Rumah Tangga
Ida Farida Mengurus Rumah Tangga
Neneng Khodijah Mengurus Rumah Tangga
Lukman Nulhakim Wiraswasta
25 2022 Jaya Suprana - 16/PUU-XX/2022 Ditarik Kembali Anwar Usman
26 2022 Adang Suhardjo - 20/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Marwan Batubara -
Ali Ridhok -
Bennie Akbar Fatah -
27 2022 Ajbar Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 21/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Muhammad J. Wartabone Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Eni Sumarni Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
M. Syukur Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Abdul Rachman Thaha Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
28 2022 Almizan Ulfa Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI Jakarta 42/PUU-XX/2022 Tidak Dapat Diterima Aswanto
Santi Lisana Wiraswasta
Ali Syarief Pensiunan PNS Pemda Provinsi Jawa Barat
Petir Amri Wirabumi Pensiunan PT. Surveyor Indonesia
29 2022 Aa Lanyalla Mahmud Mattalitti Ketua DPD RI 52/PUU-XX/2022 Ditolak Anwar Usman
Nono Sampono Wakil Ketua DPD RI
Mahyudin Wakil Ketua DPD RI
Sultan Baktiar Najamudin Wakil Ketua DPD RI
Yusril Ihza Mahendra Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PBB
Afriansyah Noor Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PBB
30 2022 Ahmad Syaikhu Presiden Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera 73/PUU-XX/2022 Ditolak Anwar Usman
Aboe Bakar Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Salim Segaf Aljufri Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera
31 2023 Herifuddin Daulay Guru Honorer 4/PUU-XXI/2023 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
32 2023 Gede Pasek Suardika Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara 16/PUU-XXI/2023 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Sri Mulyono Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Nusantara
33 2023 Said Iqbal Presiden Partai Buruh 80/PUU-XXI/2023 Tidak Dapat Diterima Anwar Usman
Ferri Nuzarli Sekretaris Jenderal Partai Buruh
Mahardhikka Prakasha Shatya -
Wiratno Hadi -
34 2023 Gugum Ridho Putra Advokat 129/PUU-XXI/2023 Tidak Dapat Diterima Suhartoyo
35 2024 Enika Maya Oktavia Mahasiswa 62/PUU-XXII/2024 Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya Suhartoyo
Rizki Maulana Syafei Mahasiswa
Faisal Nasirul Haq Mahasiswa
Tsalis Khoirul Fatna Mahasiswa
36 2024 Dian Fitri Sabrina Dosen 87/PUU-XXII/2024 Tidak Dapat Diterima Suhartoyo
Muhammad Dosen/PNS
S. Muchtadin Al Attas Dosen/PNS
Muhammad Saad Dosen
36 2024 Hadar Nafis Gumay Pengawas Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT) 101/PUU-XXII/2024 Tidak Dapat Diterima Suhartoyo
Titi Anggraini Dosen

Penghapusan Presidential Threshold

Pada Tanggal 2 Januari 2025 Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya dengan nomor 62/PUU-XXII/2024 memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Mahkamah Konstitusi menyatakan ambang batas presiden tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Pada pertimbangan hukumnya, MK memberikan lima poin pedoman rekayasa konstitusional (constitutional engineering) saat memutuskan menghapus ketentuan ambang batas presiden[5]

  • Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden
  • Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional
  • Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih
  • Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya
  • Perumusan rekayasa konstitusional dimaksud, termasuk perubahan UU Pemilu, melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaraan pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation)

Daftar Pustaka

  1. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 44/PUU-XV/2017
  2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 53/PUU-XV/2017
  3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 59/PUU-XV/2017
  4. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-XV/2017
  5. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 71/PUU-XV/2017
  6. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 72/PUU-XV/2017
  7. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUU-XVI/2018
  8. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 50/PUU-XVI/2018
  9. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 54/PUU-XVI/2018
  10. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 58/PUU-XVI/2018
  11. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 61/PUU-XVI/2018
  12. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-XVI/2018
  13. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XVIII/2020
  14. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 74/PUU-XVIII/2020
  15. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 44/PUU-XIX/2021
  16. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 66/PUU-XIX/2021
  17. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 68/PUU-XIX/2021
  18. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 70/PUU-XIX/2021
  19. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-XX/2022
  20. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 6/PUU-XX/2022
  21. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 7/PUU-XX/2022
  22. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 8/PUU-XX/2022
  23. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11/PUU-XX/2022
  24. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 13/PUU-XX/2022
  25. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 16/PUU-XX/2022
  26. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XX/2022
  27. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XX/2022
  28. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 42/PUU-XX/2022
  29. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 52/PUU-XX/2022
  30. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 73/PUU-XX/2022
  31. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 4/PUU-XXI/2023
  32. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 16/PUU-XXI/2023
  33. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 80/PUU-XXI/2023
  34. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 129/PUU-XXI/2023
  35. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 62/PUU-XXII/2024
  36. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 87/PUU-XXII/2024
  37. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 101/PUU-XXII/2024

Referensi

  1. ^ LL.M, Feri Amsari, S. H. , M. H. (2019-01-29). "Arti Presidential Threshold dalam Pemilu | Klinik Hukumonline". www.hukumonline.com. Diakses tanggal 2025-01-07. 
  2. ^ Laraswanda Umagapi, Juniar. "WACANA PENGHAPUSAN PRESIDENTIAL THRESHOLD" (PDF). Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR R. 
  3. ^ Putranto Saptohutomo, Aryo (2022-05-16). "Pengertian Presidential Threshold dan Alasan Penerapannya". Kompas.com. 
  4. ^ M, Revo. "MK Hapus Presidential Threshold, Ini Sejarah & Dampak Besarnya Buat RI". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2025-01-06. 
  5. ^ "MK Hapus Ambang Batas Presiden, Perludem dan CSIS Sebut Dominasi Koalisi Pilpres Perlu Diatur". Tempo. 7 Januari 2025 | 16.40 WIB. Diakses tanggal 2025-01-07.