Angkatan 2000
Angkatan 2000 merupakan sebutan periodisasi sastra untuk para pengarang yang aktif menghasilkan karya pada tahun 2000-an sampai sekarang. Istilah periodisasi sastra angkatan 2000 pertama kali diperkenalkan oleh Korrie Layun Rampan[1] dalam bukunya yang berjudul Angkatan 2000 Dalam Sastra Indonesia, diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 2000.
Angkatan 2000 ditandai dengan banyak bermunculan pengarang wanita dengan berbagai tema serta gaya bahasa yang lebih ekspresif daripada periodisasi sebelumnya. Jika pada periodisasi sebelumnya karya sastra di Indonesia didominasi oleh pengarang laki-laki, pada angkatan 2000 kali ini adalah bermunculan para pengarang wanita dengan berbagai macam yang memiliki pengaruh luar biasa serta diterima dengan baik oleh para pembaca. Beberapa wanita yang lahir dan besar pada periodisasi angkatan 2000 ini di antaranya adalah Ayu Utami[2], Dee (Dewi Lestari), Helvy Tiana Rose, Asma Nadia, Djenar Maesa Ayu, dan masih banyak lagi[3]. Walaupun bisa dikatakan bahwa periodisasi angkatan 2000 adalah era kebangkitan bagi pengarang perempuan, tak sedikit para pengarang laki-laki yang juga besar pada periodisasi angkatan 2000 ini, misalnya Andrea Hirata, Habiburrahman El Shirazy, dan masih banyak lagi.
Periodisasi angkatan 2000 juga ditandai dengan kebangkitan cyber sastra. Pembaca bisa dengan mudah mengakses sebuah karya melalui aplikasi-aplikasi seperti Webtoon, Wattpad, bahkan cerita singkat berantai di media sosial.
Ciri- ciri
- Lebih ekspresif dan tidak terikat pada suatu aturan. Angkatan 2000 tidak hanya berisi karya yang berupa narasi, melainkan juga diisi oleh buku-buku berisi quotes, puisi dengan bahasa sehari-hari, puisi bergambar, hingga cerita pendek berupa potongan prosa.
- Memiliki genre yang variatif
- Kebangkitan pengarang perempuan ditandai dengan bahasa lugas serta ekspresif, dan beberapa di antaranya disisipi hal erotis atau vulgar
- Banyak bermunculan karya-karya di internet
- Ditulis dengan bahasa sehari-hari karena terpengaruh oleh budaya populer[4]
- Karya sastra yang lahir bersifat reflektif dengan kehidupan sehari-hari, dan tak jarang berisi kritik sosial[5]