Lompat ke isi

Pertempuran Hakodate

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Pertempuran Hakodate (箱館戦争, Hakodate Sensō) atau Perang Hakodate adalah pertempuran yang terjadi di Hakodate, Hokkaido, Jepang dari 4 Desember 1868 hingga 27 Juni 1869 antara sisa-sisa angkatan bersenjata Keshogunan Tokugawa yang mengonsolidasikan diri menjadi pemberontak Republik Ezo melawan angkatan darat Pemerintah Kaisar Meiji yang baru dibentuk. Pasukan pemerintah sebagian besar terdiri dari pasukan Domain Chōshū dan Domain Satsuma. Pertempuran ini merupakan tahap terakhir Perang Boshin. Di Jepang, pertempuran ini juga disebut Pertempuran Goryōkaku (五稜郭の戦い, Goryokaku no Tatakai) karena terjadi di benteng Goryōkaku.

Latar belakang

Perang Boshin pecah pada tahun 1868 antara pasukan pemerintah yang menginginkan pengembalian kekuasaan politik ke tangan Kaisar Jepang melawan pasukan Keshogunan Tokugawa. Pasukan pemerintah mengalahkan pasukan keshogunan di Pertempuran Toba-Fushimi dan kemudian berhasil menduduki ibu kota keshogunan di Edo.

Armada pimpinan Enomoto Takeaki, wakil komandan angkatan laut keshogunan, menolak untuk tunduk kepada pemerintah baru Meiji. Armada Enomoto diberangkatkan dari Shinagawa pada 20 Agustus 1868, terdiri dari empat kapal perang bertenaga uap: Kaiyō, Kaiten, Banryū, Chiyodagata), dan empat kapal angkut tenaga uap (Kanrin Maru, Mikaho, Shinsoku, Chōgei) bersama 2.000 pelaut, 36 anggota "Yugekitai" (korps gerilya) pimpinan Iba Hachiro, sejumlah mantan pejabat pemerintah keshogunan (Bakufu) termasuk Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Darat Keshogunan Matsudaira Taro, Nakajima Saburozuke, dan anggota korps Misi Militer Prancis untuk Jepang pimpinan Jules Brunet.

Keesokan harinya, 21 Agustus 1868, armada Enomoto dilanda angin topan di lepas pantai Choshi. Mikaho tenggelam dan Kanrin Maru rusak berat hingga terpaksa merapat ke pesisir hingga akhirnya ditangkap di Shimizu.

Mantan pasukan keshogunan yang beralih menjadi pasukan pemberontak, di atas kapal dalam perjalanan ke Hokkaido.
Sebagian armada Enomoto Takeaki di lepas pantai Shinagawa. Dari kiri ke kanan: Kaiten, Kaiyō, Kanrin, Chōgei, Mikaho. Banryō dan Chiyodagata tidak terlihat. Foto tahun 1868.

Sisa armada tiba di pelabuhan Sendai pada 26 Agustus. Sendai waktu itu merupakan salah satu pusat Aliansi Utara (Ouetsu Reppan Domei) yang terdiri dari Domain Sendai, Domain Yonezawa, Domain Aizu, Shōnai, dan Domain Nagaoka untuk melawan pemerintah baru Meiji.

Pasukan kekaisaran terus maju ke utara, merebut istana di Wakamatsu, hingga menjadikan Sendai tidak lagi dapat dipertahankan. Pada 12 Oktober 1868, armada Enomoto meninggalkan Sendai setelah bergabungnya dua kapal baru (Oe dan Hou-Ou yang sebelumnya dipinjam Domain Sendai dari keshogunan), ditambah sekitar 1.000 orang prajurit mantan prajurit keshogunan di bawah pimpinan Otori Keisuke, pasukan Shinsengumi di bawah pimpinan Hijikata Toshizo, Yugekitai di bawah pimpinan Katsutaro Hitomi, beserta beberapa perwira tambahan dari penasihat Prancis (Fortant, Marlin, Bouffier, Garde) yang telah sampai di Sendai lewat jalan darat.

Pertempuran Hakodate

Pendudukan selatan Hokkaido

Pasukan pemberontak yang berjumlah sekitar 3.000 prajurit diangkut dengan kapal-kapal armada Enomoto Takeaki, dan tiba di Hokkaido pada bulan Oktober 1868. Mereka mendarat di Teluk Takanoki, Hakodate pada 20 Oktober 1868. Hijikata Toshizo dan Otori Keisuke masing-masing memimpin kolone menuju Hakodate. Mereka berhasil menghancurkan pertahanan lokal oleh pasukan Domain Matsumae yang sebelumnya telah menyatakan kesetiaan terhadap pemerintah baru Meiji. Pasukan pemberontak menduduki benteng Goryokaku pada 26 Oktober yang kemudian dijadikan markas komando pasukan pemberontak.

Peta benteng Goryokaku, markas besar pasukan pemberontak.

Pihak pemberontak memberangkatkan berbagai ekspedisi untuk menguasai semenanjung selatan Hokkaido. Pada 5 November 1868, delapan ratus prajurit pimpinan Hijikata yang didukung kapal perang Kaiten and Banryo berhasil menguasai Istana Matsumae. Pada 14 November, Hijikata dan Matsudaira bertemu di kota Esashi dengan dukungan tembakan dari kapal bendera Kaiyo Maru dan kapal angkut Shinsoku. Namun, Kaiyō Maru akhirnya karam dan hilang akibat badai besar di dekat Esashi. Shinsoku juga hilang ketika berusaha menolong Kaiyō Maru. Kehilangan kedua kapal tersebut merupakan kerugian besar bagi pasukan pemberontak.

Setelah perlawanan pasukan lokal berhasil dikalahkan, para pemberontak mendirikan Republik Ezo pada 25 Desember 1868. Pemerintah Republik Ezo meniru model Pemerintah Amerika Serikat. Enomoto Takeaki diangkat sebagai presiden (総裁). Republik Ezo mendapat pengakuan bersyarat dari Prancis dan Britania Raya, tetapi tidak diakui oleh Pemerintah Meiji di Tokyo.

Jaringan pertahanan dibangun di sekeliling Hakodate untuk mengantisipasi serangan pasukan pemerintah. Pasukan Republik Ezo memiliki kepemimpinan dwinegara Jepang-Prancis, di bawah Panglima Tertinggi Otori Keisuke dengan wakil Jules Brunet, dan empat brigade, masing-masing dipimpin perwira Prancis (Fortant, Marlin, Cazeneuve, Bouffier) didukung delapan setengah brigade pimpinan komandan Jepang. Dua mantan perwira Angkatan Laut Prancis, Eugène Collache dan Henri Nicol bergabung dengan pemberontak. Collache diberi tugas membangun pertahanan diperkuat di sepanjang pegunungan sekeliling Hakodate, sementara Nicol diberi tugas melakukan reorganisasi angkatan laut.

Pada saat yang bersamaan, armada kapal Kekaisaran Jepang sudah diperkuat dengan kapal perang berlapis baja Kōtetsu yang baru dibeli Pemerintah Meiji dari Amerika Serikat. Armada kekaisaran terdiri dari Kasuga, Hiryū, Teibo, Yoshun, Moshun yang semuanya milik Domain Saga, Domain Chōshū dan Domain Satsuma yang mendukung pemerintah baru. Armada pemerintah diberangkatkan dari Tokyo pada 9 Maret 1869, menuju ke utara.

Pertempuran Teluk Miyako

Kapal perang berlapis baja Kōtetsu milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.

Angkatan laut kekaisaran tiba di pelabuhan Miyako pada 20 Maret 1869. Kedatangan armada kekaisaran sudah dinanti-nanti oleh pihak pemberontak yang telah menyusun rencana berani untuk merebut kapal perang berlapis baja Kōtetsu yang baru dibeli dari Amerika Serikat.

Tiga kapal perang diberangkatkan untuk melakukan serangan dadakan yang dikenal sebagai Pertempuran Laut Miyako. Pasukan elite Shinsengumi bersama mantan perwira Angkatan Laut Prancis Henri Nicol menaiki kapal perang Kaiten. Mantan perwira Prancis Clateau mengomandani kapal perang Banryu. Takao dipimpin oleh mantan perwira Angkatan Laut Prancis Eugène Collache. Sebagai kejutan, Kaiten memasuki pelabuhan Miyako dengan mengibarkan bendera Amerika Serikat. Beberapa detik sebelum menyerbu Kōtetsu, mereka menaikkan bendera Republik Ezo. Awak Kōtetsu berhasil menangkal serangan pemberontak hanya dengan sebuah senapan Gatling. Sebagai akibatnya, para penyerang mengalami kerugian besar. Dua kapal perang Republik Ezo melarikan diri kembali ke Hokkaido. Takao dikejar dan terpaksa ditenggelamkan sendiri oleh awaknya.

Pendaratan pasukan kekaisaran

Pasukan kekaisaran yang berjumlah 7.000 orang akhirnya mendarat di Hokkaido pada 9 April 1869. Mereka dengan cepat mengambil alih berbagai posisi defensif, hingga terjadi pertempuran terakhir di sekeliling benteng Goryokaku dan Benten Daiba di sekitar Kota Hakodate.

Pertempuran laut skala besar yang pertama di Jepang, antara dua angkatan laut modern yang disebut Pertempuran Laut Hakodate terjadi pada bulan Mei 1869.[1]

Sebelum Republik Ezo menyerah, para penasihat militer Prancis pada bulan Mei 1869 melarikan diri ke kapal perang Angkatan Laut Prancis Coëtlogon yang menunggu di Teluk Hakodate. Mereka kemudian dibawa ke Yokohama sebelum dipulangkan ke Prancis.

Setelah kehilangan hampir setengah pendukung dan sebagian besar kapal-kapal mereka, pimpinan Republik Ezo menyerahkan diri kepada Pemerintah Meiji pada 17 Mei 1869.

Pascapertempuran

Hijikata Toshizo, pemimpin Shinsengumi yang bertempur melawan pasukan kekaisaran dan tewas dalam Pertempuran Hakodate.

Pertempuran ini menandai berakhirnya rezim feodal Jepang, dan berakhirnya perlawanan bersenjata terhadap Restorasi Meiji. Setelah menjalani beberapa tahun hukuman penjara, sejumlah pemimpin pemberontak direhabilitasi, dan bergabung dengan pemerintah baru. Mereka menjalani karier politik yang cemerlang di era Jepang bersatu. Enomoto Takeaki khususnya menduduki berbagai jabatan dalam kementerian selama periode Meiji.

Pemerintah Kekaisaran Jepang yang baru mendirikan berbagai lembaga baru setelah konflik berakhir. Angkatan Laut Kekaisaran Jepang secara resmi didirikan pada bulan Juli 1869 dengan mengikutsertakan banyak pelaut dan kapal-kapal yang ikut serta dalam Pertempuran Hakodate.

Togo Heihachiro, pahlawan dalam Pertempuran Tsushima 1905 ikut serta dalam pertempuran sebagai penembak meriam di atas kapal perang Kasuga.

Referensi

  1. ^ Pertempuran laut skala lebih kecil yang lebih dulu terjadi: Pertempuran Selat Shimonoseki (1863) dan Pertempuran Awa (1868).