Lompat ke isi

Abdur Rahman dari Banjar

Checked
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Paduka Tuan Sultan Muda Abdul Rahman
Sultan Muda
Berkuasa1825-5 Maret 1852 (Sultan Muda)
PendahuluPangeran Ratu Sultan Adam
PenerusPangeran Sultan Muda Tamjidullah II
Sultan MudaLihat daftar
Keturunan1. ♂ Rachmadillah - anak Ratu Salmiyah

2. ♂ Pangeran Tamjid-Illah - anak Nyai Besar Aminah[2]
3. ♂ Pangeran Wira Kasoema - anak Nyai Alimah[2]
4. ♂ Pangeran Hijdajat - anak Ratu Siti[2]
5. ♂ Pangeran Aria Koesoema - anak Nyai Besar Aminah[2]
6. ♂ Pangeran Jiwa
7. ♂ Pangeran Abdullah[2]
8. ♂ Pangeran Achmat[2]
9. ♀ Ratoe Zinoen-Aria/Ratoe Ishak[2]
10. ♀ Ratoe Salamah/Ratoe Krama Djaija Kasoema[2]
11. ♀ Ratoe Salma/Ratoe Ibrahim - anak Nyai Besar Aminah[2]
12. ♀ Ratoe Rampit/Ratoe Djaya Kesoema - anak Ratu Siti[2]

13. ♀ Ratoe Biduri/Ratoe Sjerief Umar - anak Ratu Siti[3]
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahSultan Adam
IbuNyai Ratu Kamala Sari

Pangiran Ratu Anum Sultan Muda Abdul Rahman[6][7] atau Sulthan Moeda Abdoel Rachman (EBI: Sultan Muda Abdul Rahman), nama sebelumnya Pangeran Ratoe[8] adalah Sultan Muda Kesultanan Banjar yang sedianya akan menggantikan ayahandanya Sultan Adam kelak sebagai Sultan Banjar, akan tetapi Pangeran Abdur-Rahman sendiri lebih dulu mangkat pada 5 Maret 1852.[9] sehingga menimbulkan krisis suksesi ketika Sultan Adam mangkat tahun 1859. Sebelumnya mangkubumi (Perdana Menteri) Kesultanan Banjar yaitu Pangeran Mangkubumi Nata (Pangeran Husin) juga telah meninggal dunia sebelum mangkatnya Sultan Adam sehingga menimbulkan krisis suksesi.

Pangeran Sultan Muda Abdur-Rahman memiliki beberapa isteri:

  1. Permaisuri: Ratu Sultan Abdur Rahman/Ratu Salmiyah [1] adik dari Pangeran Antasari, melahirkan bayi yang diberi nama Rachmad Illah/Rahmatillah (calon Putra Mahkota yang wafat). Perkawinan mereka diharapkan akan merukunkan keluarga besar Sultan Kuning/Sultan Hamidullah (Tutus Tuha) dan keluarga besar mangkubumi Tamjidullah I (Tutus Anum) yang pada masa sebelumnya memperebutkan tahta.[10][11]
  2. Selir: Nyai Besar Aminah (Nyai Biyar / Nyai Dawang), seorang keturunan Cina-Dayak yang melahirkan 2 anak perempuan dan 2 anak lelaki, diantaranya Pangeran Tamjidullah II (menjabat mangkubumi yang kelak diangkat Belanda sebagai Sultan Muda Banjar sebagai pengganti almarhum ayahandanya, walaupun tidak disetujui sang kakek, Sultan Adam).
  3. Permaisuri: Ratu Siti binti Pangeran Mangkoe Boemi Nata. Pangeran Mangkoe Boemi Nata (sebelumnya bernama Pangeran Husin) adalah adik Sultan Adam. Hasil perkawinan Ratu Siti dengan Sultan Muda Abdur Rahman memperoleh tiga anak yaitu Pangeran Hidayatullah, Ratu Syarif Umar (isteri Pangeran Syarif Umar) dan Ratu Rampit/Ratu Jaya Kasuma (isteri Pangeran Jaya Kasuma/Raden Tuyong).[12] Pangeran Hidayatullah II dilahirkan pada 1822, dialah yang dipilih sang kakek, Sultan Adam sebagai penggantinya. Hidayatullah II dinobatkan pada bulan September 1859 oleh rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar dengan ibu kota kerajaan di Amuntai.
  4. Selir: Nyai Alimah, ibu dari Pangeran Wira Kasoema. Pangeran Wira Kasoema dinobatkan rakyat Banua Lima pada bulan September 1859 sebagai mangkubumi mendampingi Sultan Hidayatullah II.Ratoe Wira Kasoema (permaisuri Pangeran Wira Kasoema) adalah puteri Pangeran Mohamad Napis - saudara Pangeran Abdoel Kadir, Raja Pulau Laut.

Sultan Muda Abdul Rahman wafat tahun 1852 meninggalkan 10 anak yang masih hidup.[2][8][13] Putera-puterinya Sultan Muda Abdul Rahman:[2][3]

  1. ♂ Rakhmadillah (wafat semasa masih bayi)
  2. ♂ Pangeran Tamjid-Illah (Pg. Wayuri) - anak Nyai Besar Aminah/Nyai Dawang
  3. ♂ Pangeran Aria Koesoema - anak Nyai Besar Aminah/Nyai Dawang
  4. ♂ Pangeran Wira Kasoema - anak Nyai Alimah
  5. ♂ Pangeran Hijdajat (Gusti Andarun)- anak Ratu Siti Maryamah binti Pangeran Mangkoe Boemi Nata
  6. ♂ Pangeran Jiwa
  7. ♂ Pangeran Abdullah (Pg. Mas)
  8. ♂ Pangeran Achmat (Gusti Ahmad)
  9. ♀ Ratoe Zinoen-Aria/Ratoe Ishak; diperisteri Pangeran Ishak.
  10. ♀ Ratoe Salama/Ratoe Krama Djaija Kasoema; diperisteri Pangeran Krama Djaija Kasoema.
  11. ♀ Ratoe Salma/Ratoe Ibrahim - anak Nyai Besar Aminah; diperisteri Pangeran Ibrahim bin Pangeran Singasari bin Sultan Sulaiman
  12. ♀ Ratoe Rampit/Ratoe Djaya Kesoema - anak Ratu Siti binti Pangeran Mangkoe Boemi Nata
  13. ♀ Ratoe Bidoeri/Ratoe Sjarief Umar (+) - anak Ratu Siti binti Pangeran Mangkoe Boemi Nata; diperisteri Pangeran Syarief Umar bin Pangeran Said Zein yang gugur Syahid dalam pertempuran Paringin semasa Perang Banjar

Kematian

Dia wafat 5 Maret 1852.[14]

Hubungan Silsilah dengan Raja Sumbawa

Di bawah ini adalah hubungan silsilah Raja Banjar dengan Raja Sumbawa.

Tertulis dalam buku Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde volume 14 (1864:503):[15]

Omtrent de lans Kaliblah wordt het navolgende verhaald. Zij behoorde vroeger tot de rijkswapens van den Sultan van Sumbawa. Een dezer Sultans nu was in het huwelijk getreden met Ratoe Laija, eene zuster van Sultan Tahmid Ilah II van Bandjermasin. Uit dat huwelijk is de Sulthan Mohamad, die later over Sumbawa geregeerd heeft geboren.[15]

Berikut ini terkait dengan tombak Kaliblah. Tombak ini dulu milik senjata nasional Sultan Sumbawa.

Salah satu Sultan ini (Dewa Masmawa Sultan Mahmud) sekarang menikah dengan Ratoe Laija, saudara perempuan dari Sultan Tahmid Illah II (Raja Banjar 1785-1808) dari Bandjermasin.

Buah dari pernikahan itu adalah Sulthan Mohamad (Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin II Raja Sumbawa XIII 1795-1816), yang kemudian memerintah atas Sumbawa.

Referensi

  1. ^ a b c (Indonesia) Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001
  2. ^ a b c d e f g h i j k l Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia), Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia) (1860). Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap. 9. Lange. hlm. 122. 
  3. ^ a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh; Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986
  4. ^ (Belanda) Nederlanderh, Indie Hosti. Brill Arsip. hlm. 139. 
  5. ^ (Belanda) Saleh, Mohamad Idwar (1993). Pangeran Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. 16. 
  6. ^ Annabel Teh Gallop (2002). "Malay Seal Inscriptions: A Study in Islamic Epigraphy from Southeast Asia" (dalam bahasa Inggris). 3. University of London: 454. 
  7. ^ (Belanda) J. J. Meijer (Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia).) (1910). "Rijksmuseum voor Volkenkunde". Catalogus van 's Rijks Ethnographisch Museum: Borneo. 2. Netherlands: Boekhandel en Drukkerij voorheen E.J. Brill. hlm. 291. 
  8. ^ a b (Belanda) (1861)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. hlm. 70. 
  9. ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; Pangeran Antasari, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993
  10. ^ C. E. van Kesteren, R. A. van Sandick, J. E. de Meyier (1890). De Indische gids (dalam bahasa Belanda). 12. J. H. de Bussy. hlm. 2397. 
  11. ^ Kielstra, Egbert Broer (1892). De ondergang van het Bandjermasinsche rijk (dalam bahasa Belanda). E.J. Brill. hlm. 9. 
  12. ^ Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, Bagian 1, D. A. Thieme, 1865
  13. ^ J. J. Meijer (Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia).) (1899). De Indische gids (dalam bahasa Belanda). 21. J. H. de Bussy. hlm. 278. 
  14. ^ Arnold Meyer (1866). De onpartijdigheid van den schrijver van "De bandjermasinsche krijg" (dalam bahasa Belanda). De Veij Mestdagh. hlm. 10. 
  15. ^ a b "Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 14. Batavia: Lange & Company, Martinus Nijhoff. 1864: 503. 

Pranala luar