Kawasan lindung di Indonesia
Pelestarian alam di Indonesia secara legal mengacu kepada dua undang-undang (UU) induk, yakni UU no 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; serta UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (jo. UU no 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan).[1]
UU No 5/1990 bertitik berat pada pelestarian keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman hayati hutan maupun bukan; baik di dalam kawasan hutan negara maupun di luarnya. Sedangkan UU no 41/1999 salah satunya mengatur konservasi alam di kawasan hutan negara; namun bukan hanya mencakup konservasi keanekaragaman hayati, melainkan meliputi pula perlindungan fungsi-fungsi penunjang kehidupan yang disediakan kawasan hutan.
UU no 41/1999 membedakan dua kategori besar kawasan hutan yang dilindungi, yakni:
- Hutan lindung, yakni kawasan hutan negara yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah; dan
- Hutan konservasi, yakni kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Selanjutnya, UU no 41/1999 lebih lanjut merinci kawasan hutan konservasi ke dalam:
- Kawasan hutan suaka alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
- Kawasan hutan pelestarian alam. Ialah kawasan hutan negara dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
- Taman buru. Yakni kawasan hutan negara yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Peraturan Pemerintah RI no 68 tahun 1998[2] sebelumnya telah mendefinisikan:
- Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
- Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan, yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
PP no 68/1998, sebagaimana juga UU no 5/1990, tidak membatasi lingkupnya hanya pada hutan atau kawasan hutan negara. Selanjutnya PP tersebut merinci, yang termasuk ke dalam Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah cagar alam dan suaka margasatwa. Sedangkan yang tergolong Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah taman nasional, taman hutan raya (tahura), serta taman wisata alam.
Uraian mengenai kawasan yang dilindungi yang paling luas cakupannya, ialah yang termuat di dalam Keppres no 32 tahun 1990.[3] Keppres yang terbit sebelum UU no 5/1990 ini mencantumkan:
- Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, terdiri dari:
- Kawasan hutan lindung
- Kawasan bergambut
- Kawasan resapan air.
- Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari:
- Kawasan suaka alam dan cagar budaya, yakni:
- Kawasan suaka alam
- Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya
- Kawasan pantai berhutan bakau
- Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
- Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, serta
- Kawasan rawan bencana
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Atlas Nasional Indonesia. Penerbit Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional). Cibinong, Bogor 2008. ISBN 978-979-26-6938-1. Hal 158.
- ^ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
- ^ Keputusan Presiden Republik Indonesia no 32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung