Penyendiri
Penyendiri adalah orang yang menghindari atau tidak aktif dalam interaksi sosial. Ada banyak alasan karena kesepian, disengaja atau sebaliknya. Alasan yang disengaja termasuk spiritual, mistis dan pertimbangan agama atau filosofi pribadi. Alasan tidak disengaja terlibat adalah introvert, sangat sensitif, sangat pemalu, atau memiliki berbagai gangguan mental.
Istilah modern "penyendiri" dapat digunakan dengan konotasi negatif[1] dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan mereka yang tidak berpartisipasi adalah sesat.[2] Menjadi penyendiri kadang-kadang digambarkan budaya sebagai ciri kepribadian positif, sebagai indikasi yang mandiri dan bertanggung jawab.[3]
Ikhtisar
[sunting | sunting sumber]Ada banyak tipe penyendiri yang berbeda, termasuk individu yang memilih menyendiri dan orang yang merasa bahagia dengan interaksi sosial yang sangat terbatas. Tipe yang pertama meliputi mereka yang terpaksa diisolasi karena ditolak oleh masyarakat. Individu ini umumnya mengalami kesepian.
Tipe penyendiri kedua adalah individu sosial yang suka bersosialisasi dan memiliki banyak interaksi sosial, namun menghabiskan banyak waktu untuk menyendiri tanpa merasa kesepian.[4] Tipe ini biasa disebut sebagai orang-orang yang menikmati kesendirian. Namun, ini adalah generalisasi yang sangat luas dan tidak jarang para penyendiri merasakan kedua dimensi ini.
Kebiasaan menyendiri sering kali menjadi indikasi dari gangguan mental seperti depresi, schizophrenia, atau autisme. Sebagai contoh, mereka yang mengidap autisme akan merasa kesulitan atau terbebani dengan interaksi sosial dan lebih memilih hobi-hobi yang terbatas serta rutinitas yang membuat mereka cenderung menjadi penyendiri. Para penyendiri sering juga diasosiasikan dengan individu yang memiliki kepribadian bawaan yang tidak biasa, seperti ketidakmampuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan emosi.
Penyebab Munculnya Keinginan Menyendiri
[sunting | sunting sumber]Dari riset yang dilakukan oleh Journal of Research in Personality terhadap 750 pasangan kembar, ditemukan bahwa gen atau DNA 35% berperan dalam menyebabkan seseorang menjadi penyendiri. Hal ini berarti bahwa mereka yang memiliki faktor-faktor genetik dari kepribadian neurotisisme akan cenderung menjadi penyendiri dan rentan merasa kesepian.[5]
Para penyendiri yang mengalami kesepian sangat rentan mengalami depresi, terlebih jika mereka berada di lingkungan sosial yang tidak sehat dan abusif. Menemani dan memberikan dukungan kepada mereka akan mengurangi kecenderungan depresi tersebut. Selain itu, membangun hubungan yang baik dengan orang lain juga dapat dilakukan oleh penyendiri untuk mengurangi kecenderungan untuk mengisolasi diri. Melakukan meditasi serta menerapkan gaya hidup sehat seperti olahraga teratur dan tidur cukup juga efektif untuk menjaga kesehatan mental.[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-17. Diakses tanggal 2015-08-25.
- ^ http://baywood.metapress.com/index/JNQKAMHTF63FQ8PX Diarsipkan 2014-03-15 di Archive.is. pdf
- ^ Enriching The Sociological Imagination, p 124 Rhonda F. Levine - 2004
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-27. Diakses tanggal 2015-08-25.
- ^ Beltran, Angela (2019-01-30). "Being A Loner Is In The DNA And Genes, Scientists Claim". Elite Readers (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-13.
- ^ "9 Cara Melatih Serta Menjaga Kesehatan Mental". Tambah Pinter (dalam bahasa Inggris). 2020-04-07. Diakses tanggal 2020-09-13.